Minggu, 24 Februari 2008

juara ali kelana



Sekdaprov Riau Mambang Mit menyerahkan hadiah


Para penerima hadiah Lomba Karya Tulis Jurnalistik Ali Kelana


Dapat Juga

Lelah itu akhirnya terbalas. Tulisan saya yang dimuat di Riau Pos pada bulan Desember lalu yang juga bisa dibaca di blog ini tentang pembatan hutan tanaman industri PT AA oleh warga, akhirnya terganjar hadiah. Tulisan itu berhasil menjadi juara harapan II LKTJ Ali Kelana PWI Riau. Sebuah anugerah untuk wartawan di Riau yang gigih dalam membuat berita menarik. Saya pun berhak atau uang tunai Rp2.500.000. Lumayanlah, mungkin ini rezekinya si Rakha.

Penantian Lima Tahun


Rakha Rizqullah Sauqi




Suster lagi memasang baju rakha usai dijemur





Lagi asyik berjemur





Lagi mimik susu botol sama mami


Rakha sedang tertidur lelap


Lelahnya Menunggu Jadi Seorang Ayah

Akhirnya masa penantian itu berakhir juga. Ahad, 10 Februari 2008, tangisan kecil itu pun pecah. Masa menunggu selama lima tahun pun terasa cepat berlalu. Seiring teriakan keras Rakha (anakku) yang sangat kencang diantara kumandang azan yang kulafazkan di telinga kanannya. Rasa menggigil pun menghampiri suara serakku diantara kalimat Allahuakbar... yang kudengungkan ditelinganya sebagai pendengaran pertama bocah kecil, sipit putih ini.

SAYA
termasuk orang yang banyak mendapat cobaan dalam mendapatkan anak. Silih berganti cobaan yang dihadapi dan saya coba tegar menghadapi dan berusaha selalu bersikap sabar dan pasrah. Semua atas kehendak Allah dan saya percaya suatu saat nanti ada hikmah dibaliknya dan cobaan ini akan berakhir.

Anak pertama, saya rasa sebagai pengalaman tragis dan seakan-akan seperti mimpi. Pernahkah anda menggendong seorang bayi dalam sebuah kain panjang? Tentu, saya yakin banyak yang melakukannya dan hal ini sangat lumrah. Tapi bagaimana kalau membawanya diiringi deraian air mata, diiringi banyak orang serta menuju liang kubur. Saya yakin tak banyak orang yang mengalami bahkan mungkin tak akan sanggup.

Anak pertama yang kami idam-idamkan itu meninggal dalam perut ibunya sebelum lahir melihat dunia yang fana ini. Bagaikan disambar petir, saya pontang-panting meninggalkan pekerjaan saya di kantor begitu mendapat telepon dari rumah. Saya sudah feeling bahwa ada masalah dengan janin yang dikandung istri saya ketika disuruh segera pulang. Ya, begitulah, Allah sudah menetapkan demikian takdir saya dan merupakan bagian dari episode kehidupan yang telah ditetapkannya dan akan saya jalani.

Kami menikah pada awal bulan Maret 2003. Sebuah masa yang indah karena kami telah menjalani masa pacaran selama lima tahun, sejak duduk di bangku kuliah. Saya bahkan tak pernah terpikir bahkan berkhayal menikah dengan istri saya sekarang ini. Karena saya merupakan anak tertua dan jadi harapan kedua orang tua dan panutan 6 orang adik saya. Jadi ada beban dalam diri untuk membahagiakan orang tua serta membantu sekolah adik-adik saya terlebih dahulu. Bahkan ibu saya dari jauh-jauh hari sudah memberi warning agar saya tidak menikah cepat.

Ditambah lagi dengan pekerjaan saya yang penghasilannya jauh dari cukup untuk menghidupi sebuah keluarga. Diperparah lagi dengan kondisi tabungan yang ludes untuk membeli sepeda motor guna menunjang rutinitas pekerjaan saya. Namun sang calon mendesak dan ibunya saya lihat mulai mencari-cari kesempatan untuk menyampaikan hal tersebut setiap saya datang ke rumahnya.

Saat pulang ke kampung, saya pun menyampaikan hal tersebut pada bapak (saya memanggilnya Apa). Tanpa duga sebelumnya, Apa malah meresponnya. Malah ia minta orang tua sang calon untuk datang ke rumah kami. Walaupun ibu (kami memanggil Ama) mengungkapkan rasa tak senangnya, saya gembira mendengar permintaan Apa. Hal ini pun langsung saya utarakan kepada sang calon istri ketika itu agar disampaikan kepada ibunya. Keluarga besar mereka pun menyanggupi dan ditentukanlah hari bersejarah itu.

Awalnya, mungkin Apa hanya ingin berkenalan dengan sang calon besan. Namun saya dan calon istri ketika itu sudah membuat rencana tanggal kami menikah, 8 Maret 2003. Hal juga saya utarakan kepada juru bicara keluarga yang akan menyambut tamu. Maka akhirnya perundingan pun alot hingga mencapai puncak pada penetapan tanggal maried.

Akhirnya resepsi pun diselenggarakan di rumah istri saya. Karena tak punya keluarga di Pekanbaru, saya pun dijemput datang oleh keluarga istri di Hotel Tasia Ratu tempat kami menginap. Keluarga besar Apa datang semua, minus keluarga Ama. Yang membanggakan saya, Gubernur, Wali Kota, Camat dan para Kepala Dinas datang ke resepsi kami. Ya, ramai dan meriahlah serta sukses. Ditambah lagi pesta serupa juga diadakan di rumah orang tua saya di Duri.

Sebagai keluarga baru, saya dan istri tetap bekerja sebagaimana halnya seperti sebelum menikah. Sudah memasuki bulan ketiga, istri saya belum juga hamil. Kami sempat cemas-cemas juga. Hingga akhirnya kehamilan tersebut datang. Betapa bahagianya kami. Kehamilan tersebut langsung kami periksakan ke dokter spesialis. Beberapa dokter kami coba hingga akhirnya istri saya merasa cocok dengan dr S D yang praktek di Klinik S A Y. Agar janin sehat, saya ikuti perintah dokter tersebut agar berobat setiap 15 hari sekali.

Walau terasa berat dibiaya, saya terus lakukan saran dokter ini dengan harapan istri dan calon bayinya sehat. Bayangkan saja untuk sekali berobat saya mesti merogoh kocek antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Terasa berat jika dilihat dari gaji saya saat itu. Kami terus mengikuti dokter ini yang kadang tanpa adanya konsultasi mengingat setelah periksa kesehatan, beri resep, lalu dengan gaya khasnya, ''lima puluh ribu''...... Waktu bertanya pun, kami dijawab seadanya dan kesannya ingin kami cepat keluar dari ruangan itu.

Begitulah hingga musibah itu datang. Saya yang datang tergopoh-gopoh dari kantor, melihat istri sudah menangis di kursi ruang tunggu dokter. Saat itu ia periksa rutin ditemani kakaknya karena saya kerja malam. ''Dokter bilang jantungnya tak berdetak lagi bang,'' ungkap istri saya dengan suara tertahan. Kami pun lalu mencoba mengecek secara pasti ke dokter lain yang khusus rongten di klinik itu. Jawabannya tetap sama, saya pun lunglai.

Kami pun diberi surat pengantar ke Rumah Sakit Eria Bunda dengan pertimbangan si dokter agar cepat sampai karena ia tinggal disekitar wilayah tersebut. Malamnya, istri saya tak berhenti menangis. Saya pun mencoba bersikap pasrah dan tak hentinya bertanya-tanya apa penyebabnya. Paginya, kami pun masuk ke RSAB Eria Bunda di Jalan KH Ahmad Dahlan Pekanbaru. Kamipun masuk ke kamar kelas 3 karena semua kelas lainnya penuh.

Istri saya pun diboyong ke kamar bersalin dan dirangsang serta diberi alat yang dinamakan balon untuk mengeluarkan sang janin. Dokter telah ditelepon, namun hingga siang belum juga datang. Akhirnya janin keluar tanpa ada dokter dan hanya ditangani perawat saja. Dokter sialan ini datang setelah itu dan malah menyuruh saya sabar. ''Santai saja pak, biasanya ini,'' ungkapnya.

Saya sudah tidak tahu berkata apa lagi. Yang kini melintas di otak ini adalah istri saya selamat, dan bayi yang telah lengkap organ tubuhnya ini secepatnya dimakamkan. Kami pun membawanya dengan ambulans ke rumah orang tua istri saya karena saya memang masih menumpang disana. Di rumah, telah berkumpul para tetangga dan segala sesuatu telah pun disiapkan. Saya ikut memandikan mayat bayi saya ini dan kemudian dikafankan.

Sehelai kain panjang dililitkan ke pundak saya untuk membawa bayi malang ini ke liang lahat. Bayi ini saya namakan Muhammad Ikhsan yang kelak akan jadi penghuni surga. Ia dikuburkan tepat disamping makam kakeknya yang lebih dulu meninggal di tahun 1999. Ada perasaan haru saat melihat bayi saya yang tak pernah membuka mata saat lahir ke dunia ini, masuk ke liang lahat kemudian ditimbun dengan tanah. Apalagi ibunya tak ikut menyaksikan upacara ini karena terbaring lemah di rumah sakit.

Saya mencoba bertanya kepada sang dokter apa yang jadi penyebab jantung janin tak berdetak saat memeriksa kondisi istri usai dikuret. Tapi sang dokter ini tidak dapat memberi jawaban. ''Banyak penyebabnya, periksa darah dulu ke Prodia,'' katanya sambil memberi surat rujukan.

Kami pun ke Prodia untuk test darah dan segala tetek bengek lainnya. Ternyata untuk tes darah ini memakan biaya mahal. Saat itu saya mengeluarkan uang Rp1 juta lebih untuk selembar surat hasil test. Surat itu lalu kami bawa lagi ke dokter tersebut, tapi ia hanya manggut-manggut tanpa ada solusi. Saat saya tanyakan apa yang jadi penyebab jantung janin tak berdetak, lagi-lagi ia tak bisa menjawab. Dasar.....

Usai melahirkan dan dikuret, istri saya dilarang hamil selama tiga bulan. Saran ini kami turuti. Keluarga mencoba menenangkan jiwa istri saya yang menjadi tak tenang. Saya pun demikian juga dan mengatakan kepada hal itu biasa, dan bisa dicoba lagi untuk hamil. Setelah itu, kami pun larut kembali dalam dunia pekerjaan.

Usai masa tidak boleh hamil berakhir tak berapa bulan kemudian, istri saya hamil lagi. Kami kembali gembira. Saya berencana melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter lain, tapi istri saya tak mau dan ingin ke dokter yang lama. Alasannya, karena dokter yang lama sudah tahu riwayat kesehatan kehamilan terdahulu. Saya pun tak bisa menolak walaupun masih sangsi dengan dokter S ini.

Akhirnya pemeriksaan rutin pun dilakukan. Ya, sebagaimana sebelumnya yang setiap berobat kantong pun jadi tipis. Tapi kali ini kejadian serupa pun berulang. Pada bulan kelima, janin istri saya divonisnya tak berkembang. Aduh, apalagi ini masalahnya. Seperti waktu yang lalu, saya pun disuruh mengecek ke dokter rontgen di klinik tersebut. Menurut dokter itu, memang panjang bayi tak sebanding usia kehamilan. Saya pun membawa istri pulang.

Tak puas juga, istri saya bawa ke dokter N di RS A B. Dokter ini pun tak bisa memutuskan apakah bayi berkembang atau tidak dan minta bulan depan datang lagi cek ke sana. Bosan dengan dokter, istri saya pun dibawa keluarga ke bidan Wati yang lumayan terkenal itu. Menurut keterangan keluarga istri yang membawanya, bidan mengatakan janin itu anak mahal. Ntah mana yang betul saya pun bingung. Maka pergi lagi ke dokter Cina yang praktek di samping Poltabes Pekanbaru.

Jawaban inilah yang membuat saya puas. Menurut pemeriksaannya, janin memang tak berkembang. Kemudian ia memberikan penjelasan yang panjang lebar tentang hal tersebut. Termasuk soal dikuret atau cara lain untuk mengeluarkan janin. Menurutnya, bisa saja dilakukan namun pada dasarnya tubuh manusia mengeluarkan sendiri secara otomatis racun dan hal yang merusak dari dalam tubuh. Menurutnya, dengan minum obat tertentu, janin bisa keluar sendiri. Tapi apakah sudah bersih betul, hal tersebut masih belum bisa ditentukan. Dan jika dilakukan dengan kuret, maka bisa dijamin akan bersih.

Atas nasehatnya itu, maka saya pun memutuskan untuk melakukan kuret. Kami pun kembali menuruti saran dokter S, ia meminta kami kuret di Klinik Bersalin S yang diasuhnya. Kami pun melaksanakan hal tersebut. Ternyata tempat itu sangat sederhana. Sebuah klinik dengan yang berdampingan dengan rumah sang bidan, seorang Batak yang sangat lembut. Namun saat itu lagi didera masalah pula karena anak gadisnya lari dari rumah. Hingga saya lihat hal ini mengganggu pikirannya.

Kami masuk pagi hari dan dilakukan pemasangan alat menunggu bukaan untuk melahirkan. Dokter pun sudah diberitahu pada pagi itu. Namun kejadian dulu kembali berulang. Dokter Si bangsat ini tak juga muncul hingga malam. Padahal janin telah keluar dan darah juga tak henti mengalir. Ia datang tergopoh-gopoh dengan minta maaf dan beralasan ada acara penting yang tak bisa ditinggalkannya. (Belakangan saya tahu acara yang dihadirinya hanya pertemuan silaturahmi biasa IDI Pekanbaru, benar-benar kayak lancrit dokter ini. Saya pun bersumpah tak akan mau melihat wajahnya lagi).

Kuret dilakukan dengan AC ruangan dimatikan. Karena istri saya telah menggigil kedinginan menunggu dokter sialan ini. Ia meminta AC dihidupkan, tapi bidan tak mau karena istri saya sudah menggigil. Maka ia pun bekerja dengan keringat di dahi.

Usai kejadian ini kami jadi trauma, terutama istri saya. Setiap mendengar kata rumah sakit atau dokter, maka ia pun langsung sesak pipis. Saya pun demikian juga, jika ada artikel tentang masalah kehamilan dan reproduksi maka pikiran pun langsung tak tenang. Hal ini membuat kami otomatis menunda kehamilan dulu selama lebih dari setahun. Selama itu saya anti yang namanya dokter dan tak mau mencoba berobat. Saya secara total pasrah dan berbuat apa-apa. Hingga akhirnya rumah BTN yang kami ambil saat awal menikah dulu selesai kami rehab. Selama setahun itu pikiran saya tujukan hanya untuk merehab rumah kami. Hingga kami pindah dari rumah mertua ke rumah ini. Istri pun saya suruh berhenti bekerja.

Setelah pindah, kami yang hanya tinggal berdua merasa sunyi di rumah baru yang terasa lapang ini. Maka keinginan untuk punya anak kembali muncul. Mengingat sudah setahun cuti, saya merasa tak ada masalah lagi kalau ingin hamil. Maka tak lama berselang, istri saya pun hamil.

Karena tak lagi percaya dengan dokter, maka kami tak memeriksakan diri. Pada bulan ketiga istri saya memaksa untuk berobat ke dokter. Maka kami pun pergi ke dokter E B. Dokter pemilik E B ini memang pure bisnis. Dokter yang kalau tak salah bernama E ini, tanpa ekpresi ia langsung mengarahkan istri ke kasur untuk diperiksa USG. ''Bayinya tak berkembang,'' katanya datar sambil membuat resep dan minta diambil di apotik lain tak berapa jauh dari rumah bersalin tersebut. Tanpa ada penjelasan, pemberian nasehat atau hal lain yang menyenangkan. Bahkan ia malah sibuk menonton televisi sambil melayani kami di ruang prakteknya.

Uang seratus ribu pun melayang ke kantongnya untuk sekali tatap muka itu tanpa ada nasehat atau kata-kata yang membuat hati ini bisa jadi tenang. Betul-betul murni bisnis kapitalis orthodok. Saya pun makin tak percaya dokter hingga memutuskan memeriksakan kehamilan istri saya ke Bidan Wati, pemilik rumah bersalin Fatmawati yang terkenal sejak dulu. Rasa lega memang diberikan bidan yang berpengalaman ini. Ia memeriksa istri saya dan memberi nasehat-nasehat agama yang menyejukkan hati. Ia meminta seminggu kemudian untuk dicek lagi. Satu hal yang diungkapkannya dan menyejukkan hati istri saya adalah bahwa semua telah ditentukan oleh Allah dan manusia tak akan bisa berbuat apa-apa jika Allah telah berkehendak.

Kami beberapa kali periksa kehamilan dan diberi obat hormon dan obat pertumbuhan bayi. Namun rupanya bayi tak juga berkembang. Hal ini dipertegas oleh dr Alfian yang praktek disana saat USG terakhir. Sebelumnya, kami diberi nasehat olehnya dan dianjurkan makan yang bergizi dan rajin minum susu. Tapi nampaknya bayi tersebut masih juga sulit berkembang. Hingga akhirnya diputuskan untuk dikuret lagi. Kami pun masuk ke Rumah Bersalin Fatmawati untuk dikuret yang ditangani langsung oleh bidan Wati dan dr Alfian. Bidan dan dokter ini terlihat sigap dan berada pada saat yang dibutuhkan. Termasuk saat kuret berlangsung, dr Alfian datang tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukannya pada jam 8 malam.

Jadi saat itu istri saya telah tiga kali mengalami kuret yang menurut sebagian orang, lebih sakit daripada melahirkan. Hal ini dapat saya pahami melihat bagaimana istri saya menahan penderitaan menjelang melahirkan tersebut karena saya selalu berada disampingnya. Memang kita harus sabar dan pandai membuatnya agar tetap tegar dan bertahan terhadap cobaan ini.

Usai kuret, kami pun mengecek kesehatan dengan dokter Alfian. Dokter asal Bukittinggi ini memang unggul dalam pendekatan serta nasehat agamanya. Saya masih ingat saat ia mengatakan bahwa kalau istri saya perlu diteraphi dan ia meminta agar saya membawanya ke tempat praktek di Apotek Simpang Tiga, Bukitraya. Saat ngecek kesehatan itu, ia minta agar saya dan istri jangan ber KB dulu kalau ingin punya anak. Ia menyarankan agar jangan disuntik dulu. Saya tetap saja belum merasa puas dan ingin kepastian apa penyakit istri saya. Kami pun berencana untuk memeriksakan diri ke dokter di RS Mahkota Medical Center Malaysia.

Niat hati untuk berobat ke rumah sakit Mahkota Medical Center (MMC) di Melaka Malaysia itu pun akhirnya terkabul juga. Saya memperpanjang paspor yang telah habis masa berlakunya sekaligus membuat paspor baru untuk istri saya. Kami pun mendatangi perwakilan RS MMC di Pekanbaru yang dipegang dr Qoyum. Saya menyampaikan bahwa saya ingin berobat dan ia memberi surat pengantar serta surat diskon yang mesti dicap kalau tak salah di Apotik Kartika (belakangan ternyata tak ada gunaya dan tak kami guanakan). Kami pun berangkat menuju Melaka dengan menaiki ferri Indomal dari pelabuhan Sungai Duku, Pekanbaru. P

enumpang kapal tersebut membludak karena saat itu pada akhir tahun dan banyak yang akan berlibur ke Malaysia menyambut tahun baru 2007. Kami mendapat kehormatan naik pertama kali dan disuruh memilih bangku di ruang VIP. Hal ini karena saya kenal dengan manager kapal tersebut yang bernama Asmadi.

Kami sampai menjelang sore di pelabuhan Melaka dan langsung disambut oleh mobil RS MMC. Karena kamar menginap di RS tersebut penuh kami disarankan menginap di Hotel Trenz yang berada tepat disamping RS yang terkenal tersebut. Esok paginya kami pun langsung mendaftar dan diarahkan ke dr Selva, dokter ahli kandungan dengan gelar professor tamatan Amerika. Ternyata pasien dokter ini membludak. Kami terpaksa menunggu dari pagi hingga sore baru dipanggil. Saya marah dengan dokter Qoyum, perwakilan MMC di Pekanbaru yang ternyata tidak mendaftarkan nama kami. Hal ini saya sampaikan langsung ke Qoyum melalui telepon dari Melaka dan dokter Selva. Ia pun sempat kesal terhadap sikap dokter Qoyum ini karena kami yang datang dari jauh harus menunggu lama.

Dokter ini langsung memeriksa istri saya mulai dari riwayat penyakit hingga pemeriksaan fisik, tes darah dan labor. Dari hasil pemeriksaannya tersebut, ia berkesimpulan tak ada yang salah atau penyakit kandungan yang diderita istri saya. Termasuk papsmear yang juga tak ada masalah. Ia lalu memberi sekantung obat dan meminta kami datang lagi jika sudah hamil. Terus terang saya lega mendengar keputusan dokter ini. Mengingat selama ini saya tak mendapat keterangan yang jelas dari dokter di Indonesia. Kami pun lalu menghabiskan waktu yang tersisa untuk berwisata di negeri jiran ini.

Usai pemeriksaan di RS MMC ini, saya mencoba membujuk istri saya agar datang lagi periksa ke dokter Alfian. Karena dokter Alfian sebelumnya kami ke Malaysia meminta agar segera hamil. Istri saya memang trauma jika mendengar kata dokter dan sulit untuk membujuknya. Akhirnya kami dating ke dokter ini untuk kembali berkonsultasi. Saya ceritakan juga tentang pemeriksakan kesehatan ke MMC. Dokter ini pun mengatakan bahwa istri hamil dan mencoba melakukan pendekatan dengan istri saya. Ia terkejut mendengar istri saya yang sering makan Indomie. ‘’Racun itu Ned, jangan lagi dimakan,’’ sarannya.

Ia kemudian meminta istri saya menghindari mengkomsumsi vetsin atau ajinomoto atau segala jenis bumbu penyedap masakan. Kemudian melarang makan bakso, indomie dan berbagai makanan cepat saji. Karena menurutnya bias saja hal itu yang buruknya perkembangan janin. Ia pun memberikan berbagai macam nasehat termasuk nasehat agama kepada istri saya. Kata-katanya yang masih saya sampai sekarang adalah, ‘’Yang menetukan semuanya adalah Allah. Dokter ini hanya peran perantara dan tanpa izin-Nya semuanya tidak akan bias terlaksana,’’ ujarnya.

Untuk itu, ia meminta istri saya agar rajin Salat Tahajud, selain salat rutin serta membaca Alquran. Termasuk juga saya diminta melakukan hal tersebut. Saat saya meminta agar ikut diperiksa juga, dokter malah mengatakan tidak perlu. Sebab menurutnya, kedua pasangan akan diperiksa jika belum pernah hamil. Tapi istri saya pernah hamil hingga saya tak perlu lagi diperiksa. Saya berkeras meminta obat, dan diberi pil berwarna merah sebannyak satu botol penuh dan diminum setiap hari.

Kami pun lalu menyarahkan diri kepada Allah dan berusaha agar istri kembali hamil. Tak lama, berselang satu minggu setelah dari dokter tersebut, istri saya pun hamil. Saya membeli alat test kehamilan dan terbukti positif. Dua minggu kemudian kami pun pergi ke dokter untuk periksa dan ia mengucapkan selama karena istri saya menurutnya telah hamil satu bulan. Kami pun gembira saat ia periksa melalui USG dan menyatakan sehat. Istri saya diminta agar kalau bias jangan bekerja berat dulu dan banyak tidur serta terus rajin minum susu. Kebetulan sebelum hamil istri saya disuruh terus minum susu hamil Anmum.

Saya menuruti perintah dokter melarang istri bekerja dan bahkan istri saya tak pernah keluar rumah selama masa kehamilannya tersebut. Maka ibunya pun tinggal di rumah kami untuk membantu. Dengan dokter Alfian kami hanya disuruh kontrol kehamilan selama sebulan sekali. Ia tak banyak memberi obat hingga kantung pun tak perlu dikeruk terlalu dalam jika berobat. Kebanyakan ia memberi obat-obat yang diperlukan saja. Malah saat istri hamil delapan bulan, ia hanya memberi vitamin-vitamin saja.

Waktu terus berlalu, dan tak terasa istri saya sudah akan memasuki hamil delapan bulan. Kami kembali periksa ke dokter. Setalah di USG, dokter mengatakan janin sungsang atau kepada berada di atas. Namun ia mengatakan bahwa hal itu alamiah karena bayi di dalam akan berputar. Jika di bulan ke sembilan masih tak berputar maka melahirkan akan dilakukan dengan Operasi Caesar. Istri saya kemudian disarankan agar setiap habis salat untuk sujud lama-lama dengan harapan agar bayinya bisa berputar. Istri saya pun menerapkan sujud tersebut hampir di setiap saat. Namun saat periksa terakhir, bayi dalam kandungan masih saja sungsang. Dokter mengatakan operasi Caesar akan tetap dilakukan walaupun bayinya kembali normal. Hal ini mengingat riwayat kandungan istri saya yang jelek. Maka ditentukan dokter hari operasi pada tanggal 10 Februari 2008 di Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab, Pekanbaru.

Masa menunggu kelahiran kami rasakan adalah masa yang paling lama. Dibanding masa kehamilan, masa menunggu kehamilan terasa begitu lama. Istri saya pun tak sabar menunggu operasi dilakukan. Tapi juga cemas karena ia sebelumnya belum pernah dilakukan operasi Caesar. Tapi saya menjelang proses operasi juga sedikit bingung masalah biaya. Mengingat kami tidak ditanggung Jamsostek lagi karena telah tiga kali diganti biaya persalinan, walaupun hanya setengah biaya. Karena untuk kandungan diibatasi hingga tiga kali. Jadi pada persalinan keempat tidak ditanggung lagi. Beruntung, berbagai jalan diberikan Allah hingga rezeki menjadi lancar dan uang untuk operasi terkumpul. Jadi saya bisa merasa tenang.

Hingga tibalah saat yang ditunggu-tunggu itu. Subuh, istri saya sudah bangun. Setelah salat, ia langsung makan karena dokter meminta puasa dulu sebelum melahirkan. Jam 10 pagi kami menurut dokter sudah sampai ke RSIA Zainab. Maka kami pun berangkat pukul 9 pagi. Sampai di Zainab saya diberi pilihan ingin mengambil kamar kelas berapa. Saya pilih kelas tiga saja, mengingat yang terpenting menurut saya bukan kamar menginap, tapi operasi yang dilakukan dokter. Serta menimbang agar tidak keluar banyak biaya mengingat keuangan kami yang terbatas.

Istri saya langsung dibawa ke ruangan persiapan operasi. Menurut dokter operasi akan dilakukan pukul 11.00 WIB, hingga para suster dan bidan pun sibuk mempersiapkan istri saya. Namun diundur karena sudah ada dokter lain dengan pasiennya yang lebih dulu masuk ruang operasi. Maka saya pun menemani istri di ruang tersebut, sambil istri saya membaca buku-buku doa yang diberikan para suster. Rumah sakit ini memang unik. Selain bangunannya yang dihiasi ukiran dan kaligrafi bernapas Islam, juga rumah sakit ini bersyariat Islam. Jadi semua suster, bidan, dan dokter perempuannya berjilbab. Hampir semua susternya masih muda-muda dan cekatan serta ramah. Jadi suasana rumah sakit yang biasanya seram tak jadi menegangkan.

Menjelang pukul 12.00 WIB, istri saya pun dibawa ke ruang operasi. Saya mendampinginya terus disamping tempat tidurnya saat dibawa. Namun saya tidak diperbolehkan memasuki ruang operasi dan disuruh menunggu diluar. Namun saat itu saya tak punya pikiran macam-macam dan seakan-akan plong saja. Saya menunggu sambil membaca majalah yang saya bawa dari rumah. Saat azan Zuhur berkumandang di rumah sakit itu, saya pun turun dan salat berjamah di musala yang terletak di tengah RS ini. HP saya matikan saat salat tersebut. Usai salat saya pun kembali ke ruangan tunggu. Ternyata dokter telah mencari-cari karena akan saya telah lahir tepat pukul 12.15 WIB dengan berat 3,1 Kg dan panjang 50 Cm.

Saya pun bergegas masuk ke ruangan bayi karena tak sabar lagi ingin melihat anak yang telah lama kami tunggu itu. Saat melihatnya saya langsung terkejut, anak saya itu berkulit putih bersih dengan rambutnya yang tebal. Saya seakan takjub dan terus memandanginya. Oleh suster saya disuruh mengazankannya. Seakan-akan tak percaya dan dengan suara bergetar saya kumandangkan azan di telinganya hingga akhirnya anak kami ini menangis dengan kencangnya. Anak ini kami beri nama Rakha Rizqullah Syauqi. Ibunya lah yang memberi nama langsung tanpa campur tangan saya. Karena saya akan memberi nama jika anak kami perempuan dan jika lelaki istri saya yang memberi nama. Menurutnya ibunya, arti nama tersebut adalah, anugerah pemberian Allah yang kami impikan. Sebuah nama yang bagus dan kami berharap anak ini akan jadi anak yang saleh.

Saat istri saya melahirkan Apa dan Ama saya dari Duri tidak bisa datang. Hal ini karena adik saya Rini juga sedang menunggu kelahiran anak pertamanya. Keponakan saya lahir terpaut lima hari dari kelahiran Rakha dengan jenis kelamin perempuan. Tentu Ama gembira sekali mendapat dua cucu, perempuan dan laki-laki sekaligus. Mengingat sebelumnya, ia telah terlalu lama menunggu untuk punya cucu dan sekarang diberi dua sekaligus. Kami merasa bahagia, dan tak dapat saya lukiskan ketika itu. Masa menunggu lima tahun dalam ketidakpastian itu akhirnya sirna juga.

Sebenarnya masa perawatan di rumah sakit adalah tiga hari. Tapi karena melahirkan melalui operasi caesar, maka ASI ibunya belum keluar. Terpaksa Rakha minum susu bantu dan dirawat di ruang bayi. Saat ASI mulai keluar, Rakha tak bisa menyusu dan suster terus membiasakannya. Saya sempat juga frustasi melihat anak saya tak mau menyedot susu maminya. Saya bahkan membeli penyedot susu, alat hisap bantu untuk susu badan dan bahkan madu agar ia mau menyedot ASI maminya. Bahkan anak kami terlihat kuning karena kurangnya asupan susu hingga terpaksa harus memperpanjang menginap di rumah sakit ini.

RSIA Zainab yang bertingkat lima ini, nyaman. Tidak ramai seperti di rumah sakit lainnya karena khusus untuk ibu melahirkan dan merawat anak. Ditambah lagi rumah sakit ini sejuk dan bersih serta nyaman. Hampir setiap sudut dipenuhi bunga, lukisan dan tempat duduk santai. Maka saat malam menjelang, saya bisa santai di luar ruangan sambil menikmati angin sepoi-sepoi sambil melihat pemandangan lampu-lampu di malam hari. Serta membaca majalah sambil mendengarkan ipod. Kami menginap di kamar 319 yang terletak di lantai 3 ruang Khadijah. Di kamar, terdapat dua tempat tidur untuk pasien dengan satu televisi, AC dan kamar mandi. Jadi saya dan ibu mertua bisa nyaman menemani istri saya. Kalau ingin makan dan minum, tinggal telepon saja, maka makanan akan datang ke kamar kita hingga tak perlu lagi repot-repot keluar dari rumah sakit tersebut. Selama lima hari menemani istri di RS Zainab tak keluhan yang saya rasakan, selain keinginan agar cepat-cepat pulang membawa Rakha.

Akhirnya dokter mengizinkan kami bisa pulang setelah pagi hari mengecek kesehatan istri saya dan bayi. Istri saya pun senang mendengar hal tersebut karena ia mengatakan bosan terus tidur di ranjang rumah sakit. Saya pun kemudian mengurus segala administrasi rumah sakit. Sebelum pulang, kami diberi foto anak yang telah dibingkai, sertifikat melahirkan, peralatan bayi dan tas RS Zainab. Berapa saya harus membayar? Ternyata tak begitu mahal, hanya Rp6.800.000. Mengingat pada hari yang sama rekan sebelah kamar membayar biaya persalinan sampai Rp10 juta. Untunglah uang tabungan ada, karena untuk biaya persalinan ini tidak ada klaim lagi dengan Jamsostek ataupun bantuan kantor. Jadi otomatis harus menanggungnya sendiri. Tak apalah, yang penting segala sesuatu berjalan lancar.

Bayi kami pun dibawa pulang dengan memakai ambulans RS Zainab ke rumah kami di Perum Melur Permai. Tak terasa bahagianya kami bisa kembali ke rumah setelah lima hari berada di rumah sakit. Segala perlengkapan bayi telah kami persiapkan untuk “anak mahal” ini, termasuk boks bayi khusu yang kami beli untuk anak yang telah lama dinantikan ini. Tetangga pun ramai berdatangan ingin melihat si kecil berambut lebat ini. Betapa senangnya hati istri saya melihat tetangga berdatangan melihat bayi kami. Walaupun kemudian, ia akan merasakan capeknya jadi ibu karena haru bangun tengah malam dan jarang tidur. Apalagi Rakha selalu memangis saat tengah malam dan menjelang fajar untuk menyusu ataupun mengganti pampersnya yang penuh.
Ya, begitulah sekelumit kisah kami, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.***


Selasa, 05 Februari 2008

konflik lagi

*Sebuah pohon eucalyptus di lahan HTI yang siap panen



*Rimbunan pohon eucalyptus di lahan HTI yang menjadi bahan baku kertas dan pulp


*Mobil double gardan yang tangguh menghadapi medan


*Jalanan berupa tanah kerikil dan berdebu


* Hutan sawit yang menghiasi pemandangan sepanjang perjalanan


* Sekuriti mencegat setiap kendaraan yang masuk ke lahan HTI


*Mempersilahkan lewat setelah meminta izin


* Lokasi penebasan pohon akasia yang ditinggal pengunjukrasa


*Massa juga sempat membuat pondok untuk berteduh


*Bekas memasak berupa kayu dan arang yang ditinggalkan terasa masih panas


*Jejeran pohon yang dikuliti dan ditebas


*Salah satu pohon yang dikuliti massa


*Dikuliti agar cepat mati


*Hanya menemukan sisa-sisa


*Bekas pondok dari kayu


*Papan larangan menebang yang ditumbangkan


*Papan larangan dicoba ditegakkan kembali

"Kami Hanya Menebas Semak Belukar"

Debu putih mengepul naik menghiasi jalanan tanah yang berbatu-batu. Gesekan roda kendaraan double gardan dengan kerikil jalanan terdengar jelas dan mengeluarkan bunyi menderu. Tubuh pun terguncang-guncang. Namun mobil ini semakin laju seakan-akan ingin membuktikan ketangguhannya menaklukan alam perkebunan sawit dan akasia ini.

SEPANJANG mata memandang yang tampak hanya hamparan rindang pohon sawit. Di kejauhan mulai terlihat rimbunan hutan tanaman industri (HTI) yang terdiri dari pohon akasia dan eucalytus milik PT Arara Abadi (AA). Mobil gagah ini pun perlahan menurunkan kecepatannya karena di depan terdapat gerbang sekuriti PT AA. Dua orang sekuriti keluar dari pos dan mendatangi kendaraan.


''Kami dari Pekanbaru, lewat jalan mana kalau ke daerah Muara Bungkal, tempat pembabatan pohon akasia yang dilakukan Serikat tani Riau,'' tanya rombongan kepada sekuriti yang mencegat tersebut.


Memang, jalan menuju ke lokasi lahan PT AA yang konflik dengan warga di Muara Bungkal tidaklah mudah. Buktinya, rombongan wartawan dari Pekanbaru, termasuk saya, beberapa kali putar arah dan bertanya kesana-kemari untuk menentukan lokasi tersebut, Jumat (7/12) lalu. Banyak warga yang tidak tahu bahkan pegawai camp PT AA di Duri III pun bingung. Untung ada seorang pegawai yang mengetahui lokasi persis daerah tersebut dan memberikan petunjuk.


Sebelumnya, konflik lahan PT Arara Abadi dengan warga yang tergabung dalam Serikat Tani Riau (STR), memang berujung panas. Belasan hektare pohon akasia yang siap panen ditebas dan tumbang. Ratusan warga dari Desa Beringin, Dusun Suluk Bongkal dan Desa Muara Basung, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis menduduki perkebunan HTI PT AA di kilometer 45. Rombongan tersebut bahkan mendirikan tenda serta membawa anak-anak mereka untuk berkemah di sana.


Setelah kendaran berputar-putar di hampara kebun HTI nan luas itu, rombongan pun sampai di Area perkebunan KM 69 Dusun Tasik Serai Timur. Di lokasi yang sebelumnya juga menjadi tempat yang diduduki massa, kini terlihat kosong. Yang tinggal hanya bekas-bekas tenda kayu yang mereka dirikan serta bekas tempat pembakaran dimana arangnya masih terlihat panas. Di pintu masuk, sebuah papan larangan pembakaran hutan milik PT AA yang terbuat dari besi, ditumbangkan.


Saat saya berkeliling ke sekitar lokasi itu, daun-daun yang berserakan di jalan tanah yang mungkin digunakan untuk alas duduk, juga masih tampak segar. Sebuah karton indomie kosong ditinggal begitu saja.


Saat menelisik lebih ke dalam, terlihatlah puluhan batang akasia yang dibabat warga. Sebagian besar nampak dikuliti dan disayat-sayat dengan parang. Mungkin warga tak sanggup menebang semuanya sekaligus.


''Kami hanya menuntut perusahaan melepaskan hutan ulayat dan tanah adat kami sesuai Undang-undang Kehutanan. Kami tak menebang akasia, kami hanya menebas semak-belukar di hutan kami,'' tutur pemuka masyarakat Dusun Tasik Serai Timur, Walianto, saat saya temui di dusunnya yang terlihat sepi.


Di sebuah kedai kopi, Walianto ditemani beberapa warga lainnya, mengaku aksi yang mereka adalah puncak kekesalan terhadap keluhan mereka yang tidak didengar oleh pemerintah. Menurutnya, sejak tahun 1996 mereka berjuang memperoleh tanah mereka ke pemerintah daerah hingga Jakarta. ''Ke pemerintah mana lagi kami bisa mengadu,'' ujar Abdul Muthalib, seorang warga yang ada di sana.


Saat ditanyakan berapa luas lahan mereka yang diserobot perusahaan, Walianto tak dapat menjelaskan secara pasti. Namun menurutnya, mereka punya surat izin dari kepala desa setempat menyangkut tanah ulayat milik 640 kepala keluarga di Desa Tasik Serai Timur. Dimana desa mereka dikatakannya seluas 30 Km2.


Ditegaskan lagi oleh warga, mereka tidak melakukan tindakan penghancuran hutan, namun adalah penanaman kembali sebagai program pemerintah untuk menanam pohon. ''Maka kami menanam sawit di semak belukar hutan milik kami,'' jelasnya.


Sementara itu, Kasat Intel Polsek Pinggir, Bripka Novrianto, yang ditemui saat memantau kondisi di lapangan, mengatakan bahwa memang ada sekitar 200 warga melakukan aksi ke lapangan. Dikatakannya, untuk mengantisipasi tindakan anarkis, Polsek Pinggir menurunkan 25 personel ditambah 5 personel BKO dari Bengkalis.


''Sejauh ini tidak ada tindakan anarkis yang melukai orang, yang ada cuma pembacokan pohon akasia. Kami pun sulit bertindak di lapangan melihat banyaknya massa. Kami hanya memantau dan melaporkan perkembangan bila keadaan menjadi tak kondusfif,'' paparnya.


Malam yang mulai turun disertai embun di tengah belantara hutan HTI tersebut, membuat rombongan urung menelusuri lebih jauh lokasi lainnya yang dibabat oleh warga yang tergabung dalam STR tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi jalan yang berlumpur akibat sisa hujan kemarin lubang yang menganga di sana-sini, membuat rombongan pun berbalik arah menuju Pekanbaru.


Dalam pada itu, Humas PT Arara Abadi, Ir Nurul Huda yang ditemui ditempat terpisah mengatakan bahwa tindakan pembabatan hutan akasia itu telah dilaporkan ke Polsek Pinggir dengan nomor laporan LP No.Pol.STPL/XII/2007/YANMAS. ''Saat ini terdata beberapa lokasi yang ditebangi. Diantaranya di Mandiangin sebanyak 80 hekatare, Muara Bungkal 40 Ha, Melibur 40 Ha, Tasik Serai Timur 40 Ha, Umar Kasim Tapung 80 Ha dan daerah Raso Kuning Tualang 20 hekatare. Kami jelas dirugikan dalam hal ini,'' paparnya.


Ditambahkannya Nurul, lahan HTI mereka tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah dan tidak bisa diserahkan begitu saja kepada warga. Karena nantinya setelah masa konsensi habis, lahan tersebut harus utuh diserahkan kembali kepada negara. Dan ia sangat menyesalkan kejadian penebangan tersebut termasuk juga adanya kebun sawit di tengah lahan konsesi HTI PT AA.


Untuk itu Nurul mengatakan, jika dibiarkan terus maka hutan di Riau dalam hal ini HTI berada dalam ancaman serius dan investasi mereka akan terancam. ''Apalagi disaat semua pihak mengkampanyekan hutan lestari, ada sekelompok orang yang merusak hutan. “ami meminta kepada pihak terkait agar dapat melakukan penegakan hukum dan menindak perlakuan sewenang-wenang, termasuk massa yang membawa senjata tajam di lapangan,'' pintanya.***

Minggu, 03 Februari 2008

Wisata Belanja


Berfoto dulu di patung Bali sebelum masuk ke FO Rumah Mode Bandung



FO Terminal Tas yang khusus menjual berbagai macam tas. Kebanyakan tas dipamerkan untuk kaum hawa.



Istirahat sejenak di taman FO Rumah Mode



Berfoto di FO band Koil yang metal habis.



Dua cewek penjaga FO Koil yang mengaku selirnya si Otong.



Pamer barang belanjaan...



Patung di depan FO Rumah Mode



Patung khas Bali menyambut pengunjung yang berbelanja di FO Rumah Mode



Wisata Belanja "Factory Outlet" yang Menggairahkan

Pada akhir tahun 2007 lalu, hampir setiap stasiun televisi nasional melaporkan berita tentang terjadinya kemacetan panjang di jalur puncak dan jalan tol menuju Kota Kembang, Bandung. Walaupun di hari terakhir di tahun 2007 tersebut sebagian besar jalur diguyuri hujan lebat, namun tak mengurungkan niat sebagian besar warga yang berasal dari Jakarta serta kota lainnya di Indonesia untuk mengunjungi "Paris van Java" ini. Ada apa gerangan?



KEBANYAKAN pengunjung atau wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang mendatangi Bandung, tertarik dengan keindahan alam serta bangunan-bangunan tua yang masih tetap bertahan hingga kini. Namun yang selalu dikejar setelah sampai di kota ini, yang tak terbantahkan, adalah berburu pakaian dan sejenisnya baik berupa tas maupun sepatu.

Memang magnet Kota Bandung identik dengan pusat penjualan pakaian bagus, kualitas luar negeri, tapi harga murah. Atau istilahnya mungkin kota trendsetter mode yang jadi kiblat di Indonesia. Kalau pada tahun 1990-an, terkenal pusat penjualan pakaian bernama Cihampelas dengan jensnya. Namun saat ini kawasan tersebut mulai bergeser dengan bermunculannya Factory Outlet (FO) yang bertebaran di berbagai sudut Kota Kembang ini.

adalah sebuah tempat menjual pakaian yang kebanyakan mengambil tempat di rumah-rumah tua atau gedung peninggalan kolonial. Berbagai aneka pakaian yang lagi trend dari anak-anak sampai orang tua dipajang disini beserta aksesoris lainnya. Kebanyakan FO terletak di kawasan pemukiman, seperti di Jalan H Juanda (Dago), Setiabudi, Sukajadi, Dr Otten, dan Jalan Aceh. Bahkan, FO yang terdapat di sebagian ruas Jalan RE Martadinata, Bandung, menggunakan tempat yang sebelumnya merupakan kantor milik institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pada Desember 2007 lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Kota Kembang ini. Walaupun ketika itu liburan panjang akhir tahun masih lama, namun jalanan Kota Bandung yang kebanyakan satu arah ini, sudah dimacetkan oleh kendaraan bernomor polisi luar kota. Pusat makanan dan perbelanjaan terutama FO-FO terlihat dipenuhi manusia. Salah satu tempat wisata belanja FO yang cukup terkenal adalah Rumah Mode. FO ini berada di dekat dengan simpang antara Jalan Cipaganti dan Jalan Setia Budi. Di kawasan Setia Budi sebenarnya ada beberapa FO, tetapi sepertinya daya tarik Rumah Mode tetap kuat untuk menarik para pelancong baik dari Bandung, Jakarta atau dari daerah Indonesia lainnya.

Memasuki kawasan Rumah Mode dengan plang nama besar berwarna dominan biru dengan motif bunga raya ini, suasana sibuk mulai terlihat. Rumah Mode memang paling besar diantara FO yang ada serta lengkap. Konsepnya memanfaatkan lahan yang luas sehingga untuk tempat outlet FO-nya terdiri atas tempat pakaian anak-anak, pakaian pria, pakaian wanita dan counter tas dan sepatu. Selain itu, FO Rumah mode ini juga memiliki tempat makan seperti bumbu Sunda, batagor, sate dan aneka minuman. Taman bermain anak-anakpun tersedia. Plus dengan fasilitas parkir yang cukup luas.

Produk-produk yang ditawarkan sangat beragam, dari produk lokal sampai produk sisa ekspor dengan kualitas terbaik, harga bersaing, dan fashionable. Baju pria, baju wanita, dan baju anak-anak tersedia dalam berbagai model, dengan harga mulai Rp30.000 sampai Rp1.000.000. Khusus untuk wanita, tersedia counter baju VIP, baju limited edition, dengan harga yang cukup kompetitif, sangat cocok untuk wanita kelas menengah ke atas. Saat melihat-lihat koleksi di dalam Rumah Mode, tak jarang mata terpandang wajah yang tak asing lagi di layar televisi. Memang, kita sering menemui artis berbelanja disini, namun kelihatannya para pengunjung seakan acuh tak acuh dengan keberadaan sang artis. Nampaknya, koleksi rumah mode lebih menarik dibanding artis, he, he, he.

Memang dibanding FO lainnya yang berada di sekitar tempat tersebut, Rumah Mode bisa dikatakan agak berkelas dan terkesan agak mahal dibanding dengan FO serupa lainnya. Sebut saja FO Forever Sale yang menjual pakaian mulai dari harga Rp10 ribu. Berlokasi beberapa meter di atas Rumah Mode, FO ini pun banyak menawarkan produk bagus dengan harga yang lebih murah lagi. Namun nampaknya FO ini kalah pamor menyangkut pengunjung dibanding Rumah Mode. Namun jika para pengunjung ingin barang yang lebih spesifik, misalnya tas, dapat juga dikunjungi FO Terminal Tas yang berada di tengah kota. Di FO yang tak berada jauh dari Gedung Sate ini memang bisa membuat kaum hawa jadi "gila" untuk segera berbelanja. Bermacam tas dari berbagai merek, terhampar di dalam FO yang lapang ini. Mulai dari harga murah dengan diskon hingga tas-tasmahal berbandrol.

Atau bisa juga mengunjungi FO For Men yang khusus menyediakan segala aksesoris pria mulai dari korek api hingga jas. Bahkan mainan khusus seperti mobil-mobilan dan bahan logam juga turut dijual untuk para pengunjung pria. Nampaknya semua kesukaan pria dipajangkan disini, tinggal pilih saja sesuai harga dan keinginan.

Tapi yang paling unik, mungkin FO-nya grup band Koil yang terletak di Jalan Sultan Agung bernama God Incorporate. Band metal yang baru saja membagikan CD gratisnya melalui internet dan majalah rollingstone ini, mengusung konsep FO metal. Berbagai macam aksesoris grup band yang digawangi Otong ini dapat dibeli disini. Mulai dari gesper, kaos, emblem, topi, tas, jaket hingga DVD dan CD koleksi sang artis. Bahkan si penabuh drum Leon, membuka kedai makanan tepat disamping bangunan tua tersebut. Menurut Asep, yang mengaku sebagai pekerja di tempat tersebut, personel Koil juga tinggal disana. Termasuk juga studio mereka di lantai atas bagian belakang. ''Koil lebih banyak untung dengan menjual aksesoris dibanding menjual album,'' ungkapnya. Makanya tak heran album baru mereka berjudul blacklight shine on mereka bagi secara gratis.

Memang kalau berkunjung ke Kota Bandung kita harus siap fisik dan fulus. Banyak tempat yang harus dikunjungi, serta bersiap-siaplah merogoh kocek. Apalagi berbagai produk yang ditawarkan harganya juga cukup murah.
Tunggu apalagi...***

Liputan pakai helikopter

BERBAGI FOTO
Pada suatu masa saya meliput ke daerah di pedalaman Riau tepatnya di Desa Teluk Meranti, ujung Sungai Kampar yang terkenal dengan Bono (ombak besar dari laut menyapu sungai). Kalau melewati jalan darat dari Pekanbaru bisa seharian sampainya. Kalau pakai kapal mungkin tak bakalan sampai, saking jauhnya. Sayang kalau foto-foto ini nganggur di komputer, jadi bisa dinikmati sambil mengingat betapa agungnya ang pencipta alam semesta ini.

*Sebelum berangkat saya membuka mulut dan senyum dulu sambil berdoa.

* Pilot terlihat tangkas dan terkesan sudah biasa mengemudikan burung besi ini.


*Desa Teluk Meranti dilihat dari atas helikopter, seperti mainan saja.



*Sebuah pulau terbentuk di tengah sungai Kampar layaknya pulau Sumatera.




*Berpose dulu bersama sang manager sebelum berangkat terbang kembali ke Pekanbaru.





Foto liputan


Setelah dihantam medan berat tanah kerikil dan lumpur, akhirnya sampai juga di tengah lahan Akasi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT IKPP. Liputan saat tanaman HTI ditebangi warga akibat konflik lahan di Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau.

jangan puja manusia


Rumah AA Gym dilapisi anyaman bambu




Berpose di gang masuk rumah AA Gym



Di depan rumah AA Gym



Mobil-mobil milik AA Gym di garasi


Di Pesantren Daarut Tauhit AA Gym yang terlihat sepi




Masjid Daarut Tauhid yang sejuk


Secuil Kisah di Pesantren AA Gym


Pada suatu ketika, saya berada di Kota Bandung. Di Kota Kembang ini, sejak awal kedatangan saya sudah meniatkan diri untuk mengunjungi dan melihat lebih dekat Pesantren Daarut Tauhid milik AA Gym, seorang ustad yang enggan disebut kiyai yang tersohor itu. Apalagi akhir-akhir ini sang kiyai mendapat hinaan bertubi-tubi dan ditinggalkan para pendengar ceramah setianya, terutama kaum hawa, akibat AA Gym kawin lagi.

KEBETULAN ada satu hari jadwal yang kosong. Saya dari surat kabar Riau Pos bersama rekan saya Sondra dari Dumai Pos, sejak malamnya sudah berencana keesokan hari akan ke Geger Kalong, markasnya AA Gym. Kami menginap di Hotel Bumi Asih yang terletak di Jalan Cimalaya no.1, tepat berada di belakang Gedung Sate. Paginya usai sarapan, kami pun sengaja berjalan kaki dulu berkeliling melihat-lihat Factory Outlet (FO) yang menjual pakaian dan aksesoaris lainnya yang berada tak jauh dari hotel. Usai berbelanja sejenak, kami pun menyetop taksi dan berangkat ke tempat AA Gym bermukim.

Di perjalanan, kami pun berdialog sedikit dengan supir taksi menyangkut perkembangan AA Gym terakhir. Terus terang, saya baru pertama kali mengunjungi pesantren ini. Supir taksi mengatakan bahwa saat ini sudah sedikit orang yang berkunjung. Hal ini tentu saja akibat keputusan AA Gym yang menikah lagi dengan janda muda. Kami dibawa melewati jalan pintas yang kiri-kanannya banyak ditanami pohon. Menurut sang supir, ia sengaja melewati jalan pintas tersebut agar cepat sampai, karena kalau melewati jalan biasa, maka akan lambat sampai karena macet.

Taksi berhenti sebuah jalan sempit yang padat dengan rumah penduduk. Di samping kiri saya lihat sebuah masjid warna hijau dua lantai. "Ya sudah sampai pak,'' kata sang supir. Saya lihat tidak seperti pesantren umumnya yang di beri pagar tembok dan batas. Pesantren ini menyatu dengan rumah yang ada di sekitarnya. Kami pun membayar ongkos taksi yang kalau tak salah sebesar Rp25 ribu saja. Kami turun dan mendongak melihat ke atas. "Masjid Daarut Tauhid" jelas tertulis di depan pintu masjid. Di seberang masjid terlihat sebuah supermarket yang juga dua lantai. Disampingnya terlihat gerbang jalan masuk dengan atap plastik berwarna biru. ''Oo, ini tempatnya pesantern itu,'' kata saya dalam hati.

Berhubung waktu Zuhur telah tiba maka kami pun melaksanakan salat. Barang-barang belanjaan kami simpan ditempat penyimpanan barang samping masjid. Kami pun mengambil wudhu dan menunaikan salat di masjid yang menurut saya menimbulkan kesan sejuk dan damai itu. Usai salat kami pun berkeliling menuju pesantren yang konon selalu tak pernah sepi dikunjungi orang. Tapi suasana siang ini, saat itu bulan Desember 2007, terlihat sepi bahkan terkesan lengang. Kami pun berjalan menyusuri jalan menuju lokasi dalam pesantren. Dibelakang supermarket, tedapat sebuah wartel dan kantor-kantor serta sebuah klinik. Terus ke dalam terlihat areal parkir yang sedikit luas dimana terdapat Darul Jannah, Cotage Daarut Tauhid yang didominasi bangunan kayu pernis dan anyaman bambu. Hanya terlihat beberapa mobil dan sepeda motor yang parkir. Kami pun terus berjalan ke dalam.

Ketika belok ke samping kami juga melihat pondok-pondok sejenis cotage yang dibangun oleh penduduk sekitar. Juga ada tempat pencucian sepeda motor yang telah tutup. Mentok di ujung jalan terlihat bangunan yang sepertinya tempat menginap dan ruangan belajar. Berhubung perut lapar, kami pun singgah di kafe depan tempat parkir untuk makan. Tak ada terlihat manusia di dalamnya. Kami pun sedikit teriak memanggil sang penjaga. Makan disini, seperti layaknya makanan orang jawa, agak manis. Makannya ambil sendiri dan kemudian dibayar sesuai apa yang dimakan. Harganya, ya lumayan murah lah.

Usai makan kami pun menyempatkan diri berkeliling kembali di lokasi yang sepi ini, tak terlihat adanya aktivitas belajar atau santri yang lalu lalang. Kepada pedagang yang menjual VCD dan berbagai aksesoris AA Gym di parkir atas yang saya kunjungi mengatakan bahwa keadaan saat itu memang sepi. Bahkan ia membanting harga 30 persen untuk VCD ceramah AA Gym yang saya beli.

Menurut sang ibu penjual saat saya tanyakan mengapa sepi, mengatakan bahwa dulu ramai karena ada kontrak siaran langsung AA Gym dengan SCTV. Tapi kini kontrak telah habis. ''Saya dengar akan ada lagi kontrak dengan TPI,'' ungkapnya. Ketika disinggung apakh ada kaitannya dengan AA Gym kawin lagi, sang ibu seakan menghindari untuk berpolemik.

Kami pun lalu berjalan ke luar menuju jalan besar. Terlihat di kiri-kanan jalan penuh dengan kios atau toko serta galery yang berhubungan dengan Daarut Tauhid dan AA Gym. Ada toko muslim, penjual makanan, kedai dan pedagang aksesoris. Kami terus mencari-cari rumah AA Gym yang katanya sederhana itu. setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya kami diarahkan ke sebuah gang sempit. Di dinding gang terdapat tulisan dan pamflet Daarut Tauhid yang dibuat dengan cat. Di ujung gang kami pun bertemu dengan penjaga rumah. Kami pun sempat berbincang sejenak dengannya. Sang penjaga yang dengan santai duduk di pos yang sekaligus garasi mobil itu, terlihat ramah. Ia menyilakan kami melihat-lihat.

Di garasi terbut terlihat ada dua mobil parkir sebuah citi car merek Toyota dan minibus merek Pregio dan dan di gang ada dua lagi yakni sedang Toyota dan APV. Sementara disamping rumah aa Gym terparkir beberapa sepeda motor termasuk dua kendaraan besar merek Phantom. Kami pun berjakan ke depan rumah aa gym yang dihiasi taman. Rumah AA Gym yang berlantai dua terkesan biasa dengan dinding dilapisi anyaman bambu. Usai berfoto kami pun kembali ke tempat penjaga. Saat itu masuk ke dalam gang sebuah mobil Ford Everest B 99 GN. Turunlah dari dalam mobil istri AA Gym, Teh Nini. Saya melihat ia pulang belanja karena membawa tentengan tas plastik berlogo sebuah mal. Keluar juga anak perempuannya bersama seorang pembantu wanita.

Saat saya tanyakan kepada penjaga dimana istri muda AA Gym, ia mengatakan bahwa istri muda yang bernama Rini tinggal di Jakarta.

''Dimana AA Gym sekarang,'' tanya saya.
"Ada di rumah, tapi sedang istirahat. Kalau mau bertemu nanti ia salat di masjid,'' tuturnya.
Kami lalu duduk sejenak di pos tersebut dan melihat-lihat keadaan sekitar. Ada sebuah studio foto tepat di depan garase, namun tampak tertutup dan tak ada aktivitas. Kami pun pamit dan berjalan keluar. Lalu mampir ke sebuah kedai pakaian muslim. Saat saya tanyakan kepada kasir perempuan jilbab, apakah penyebab sepi karena AA Gym kawin lagi, ia tidak membantahnya. ''Mungkin ada hal yang akan diajarkan aak menyangkut pernikahan itu. Kita lihat saja nanti,'' jelasnya.

Kami pun melangkahkan kaki menuju lantai atas supermarket AA Gym yang menjual berbagai macam buku. Tak lama berada di dalam, sang pegawai bergegas menutup pintu. Saat saya tanyakan kenapa ditutup, ia mengatakan salat Ashar jamaah akan segera dilaksanakan. Kami pun lalu memebeli beberapa VCD dan buku kemudian ikut salat bersama.

Di dalam masjid para jamaah telah ramai, tapi saya tak melihat AA Gym di sana. Namun menjelang salat dilakukan, AA Gym muncul dari depan mimbar dan langsung menjadi imam, Ternyata ada jalan khusus untuknya tanpa perlu masuk melalui pintu depan.
Salat berlangsung khusuk, dan lancar. Namun pada rakaat kedua, A Gym tidak duduk diantara dua sujud dan langsung berdiri. Hal ini membuat beberapa jamah mengucapkan Subhanallah, hingga aak tersadar salah dan kemudian duduk. Usai salat, aak langsung melakukan tausiah. Usai berdoa panjang saya lihat ada santri yang menyalami dan mengatakan kondisi saat itu kepada A Gym. 'Sabar saja, anggap ini sebagai cobaan,'' ungkap AA kepada santri tersebut, dan lalu pergi melalui pintu khusus.

Tak banyak yang kami temui di pesantren ini usai salat hingga akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang ke hotel.
***


Saat sampai di Pekanbaru, saya melihat sebuah proggram Kick Andy di Metro TV. Saat itu AA Gym muncul sebagai pihak yang diwawancarai. Berbagai macam pertanyaan yang sebelumnya juga terbenam di otak saya diutarakan sang pewawancara kepada AA GYM termasuk menyangkut keputusannya kawin lagi.

Apa jawaban AA Gym? Ia mengutarakan hidupnya selama ini seperti mesin dan terus bekerja dan berdakwah tanpa kenal waktu. Hingga anak istrinya pun sering ditinggal dan kurang perhatian. Setiap hari ribuan warga berkunjung ke pesantrennya dan ribuan lainnya ingin bersalaman dan melihat wajahnya. Ia diidolakan dan dipuja seperti seorang raja. Bahkan terkesan ia dikultuskan oleh manusia.

''Saya seperti sebuah gergaji yang terus bekerja tanpa henti. Hingga tibalah saat seperti ini yang menurut saya adalah masa istrirahat sang gergaji untuk menajamkan kembali geriginya,'' jelasnya.

Dilanjutkannya, kawin yang dilakukannya adalah halal dan mengapa dipertanyakan. Ia bahkan mengatakan tidak menduga hal tersebut akan menjadi hal luarbiasa bagi kehidupannya. Dikejar media, dimusuhi para ibu dan terkesan dijauhi. ''Saya lihat ada hikmahnya dan pada suatu saat akan menjadi pelajaran bagi yang lain. Saya banyak mendapat pengalaman berharga dari kejadian ini,'' begitulah kira-kira ungkapnya.
***


Ya, saya lihat begitulah kehidupan. Tak ada manusia yang sempurna. Makanya jangan terlalu berharap banyak dengan yang namanya manusia.
okelah kalau begitu...