Kamis, 25 Desember 2008

Akhir Tahun


Selamat datang di negeri seribu macet


Macet melanda dimana-mana


Resah dan gelisah menunggu macet reda


Kalo pake ini bebas macet gak ya....


Melepas lelah akibat macet di Taman Untung Surapati


Jakarta, oh Jakarta
Jakarta makin padat. Kemacetan melanda di merata tempat. Toyota Alphard yang sengaja kami sewa dari bandara Soekarno/Hatta ini pun berjalan merayap pelan laksana kura-kura. Sementara disisi kanan dan kiri, sepeda motor dan bajaj saling salip.

MENURUT teman saya yang tinggal di Jakarta, di ibu kota ini jarak bukan jadi hal yang terlalu dipersoalkan. Yang menjadi persoalan mereka sebenarnya adalah masalah waktu. Jarak yang hanya beberapa kilometer, ditempuh dengan waktu yang cukup lama. Memang membosankan sekaligus melelahkan. Saya tak bisa membayangkan bagaimana sekiranya saya tinggal dan bekerja di kota terbesar di Indonesia ini.

Akibat macet, kami terlambat mengikuti pertemuan dengan sebuah perusahaan minyak di sana. Janji pertemuan jam 1 siang, baru dapat terlaksana pukul 3 siangnya. Apalagi ketika kami berangkat bertepatan dengan jam usai Salat Jumat dan waktunya masuk kantor. Namun nampaknya sang tuan rumah memaklumi keterlambatan kami, walaupun hidangan yang disediakan untuk makan siang sudah dingin, sekeras hembusan AC di gedung berlantai 52 tersebut.

Beberapa hari lalu, kami serombongan berangkat ke Jakarta. Hampir seluruh jajaran liputan mulai dari reporter kota hingga daerah diboyong ke Jakarta. Sebagai senior, kami pun berusaha menjadikan acara ini tidak begitu formal. Maklum jarang-jarang kami di redaksi bisa berombongan berangkat ke luar kota. Sejak ditetapkannya koran terus terbit di hari libur tanggal merah, maka hampir tak ada waktu bagi kami untuk mengadakan acara di luar kota. Kalau dulu sebelum tahun 2003, setiap ada tanggal merah yang terjepit dengan hari libur, dari jauh hari sudah dibuat rencana kunjungan ke luar kota. Pernah kami berombongan keliling Sumatera Barat dan juga keliling Sumatera Utara. Di acara inilah mungkin semangat tim dapat lebih terbangun lagi.

Namun dalam acara kemarin, yang berangkat hanya rombongan jajaran liputan. Sementara jajaran redaktur tak ikut. Dua acara penting pun kami lakoni di Jakarta, yakni melakukan kunjungan balasan ke perusahaan minyak yang beroperasi di Selat Lalang PT Kondur Petroleum dan silaturahmi dengan Meneg PDT Lukman Edi. Kunjungan pertama ke kantor pusat PT Kondur di Wisma Mulia. Dimana kami masuk dengan pemeriksaan ketat pihak sekuriti hingga di scan foto segala. Dan malamnya dilanjutkan dengan acara ramah tamah dengan Lukman Edi di sebuah café seputara Taman Ismail Marzuki.

Sesuai dengan agenda awal bahwa acara tak perlu formal, maka ada usulan bahwa pada esok harinya akan dilakukan acara jalan-jalan, shopping atau segala macamnya ke Bandung. Saya pun meminta disediakan sebuah bus kecil yang nantinya akan membawa rombongan. Supir dan bus pun sudah distandby-kan di hotel pagi-pagi sekali. Namun sayangnya, banyak rekan-rekan yang ingin menghabiskan waktu di Jakarta saja untuk berbelanja dan jalan-jalan ke Ancol. Maka shopping pun dialihkan ke WTC Mangga Dua dan kawasan sekitarannya.

Pada prinsipnya, acara ini sebagai kegiatan refreshing, maka segala sesuatu pun dibuat senyamannya. Sewa mobil, yang paling mewah, seperti Alphard. Makan ditempat enak ditempat enak seperti Garuda 2000 dan aneka makanan laut di Gunung Sahari. Serta hiburan malam yang juag ditempat berkelas.

Sayang, waktu yang sempit membuat kami mesti bergegas pulang kembali ke kantor. Karena jika tidak pulang, mungkin isi koran akan putih semua tanpa tinta. Ya, apa yang mesti dibaca pelanggan nanti kalau semua reporter tak ada yang buat berita. Memang begitulah kalau kerja di surat kabar harian, setiap hari sibuk terus….***

Senin, 08 Desember 2008

33 Tahun Sudah


Siap-siap...


Intip dulu kadonya..


Hmm...



Raya di Hari Ulang Tahun


Baru sekali ini saya merasakan berulang tahun di hari raya. Diantara kumandang takbir, saya mendapat ucapan selamat ulang tahun dan kecupan di pipi dari istri tersayang. Ah.. makin berkurang jatah hidup di dunia ini.


MUNGKIN karena kebetulan atau entah apa, ulang tahun di hari raya ini jatuh pada hari Senin dimana hari saya dilahirkan 33 tahun yang lalu di sebuah klinik bidan di Kota Duri. Sebagai cucu pertama dari bapak yang merupakan anak tertua di keluarganya. Kalau boleh saya mengira-ngira, mungkin kelahiran saya tersebut penuh pengharapan dan ditunggu-tunggu karena saya cucu pertama dari kedua belah pihak, keluarga bapak dan keluarga ibu. Atau mungkin juga jadi penyatu kedua belah keluarga besar, karena sebelumnya, perkawinan kedua orang tua saya kabarnya ditentang keluarga ibu.

Dua hari menjelang Hari Raya Idul Adha, sang istri minta diantarkan ke rumah orang tuanya. Seperti biasa, jika hari libur tiba, kami akan week end ke rumah nenek Rakha. Maklum, rumah nenek Rakha luas dan berada tepat di tengah kota. Jadi kami yang tinggal di perumahan dengan ukuran tanah terbatas dan terletak di pinggiran kota, akan menghabiskan waktu jalan-jalan ke pusat perbelanjaan kemudian enjoy di rumah nenek. Dan pada Sabtu kemarin, Rakha dan maminya pun nginap di rumah nenek.

Saya pun jadi tidur di rumah sang nenek. Mengingat Senin sudah hari raya, terpaksa saya memboyong perlengkapan salat berikut bajunya. Paginya, saya sengaja meninggalkan HP saat akan pergi salat. Sementara mami Rakha dan ikut salat. Saya pun berangkat salat sendiri ke masjid Agung An Nur karena sang nenek salat di tanah lapang dekat rumah. Saat pulang, keluarga dari Duri telah menelpon ngucapkan selamat Ultah. Tidak lupa pula Telkomsel pun kirim SMS ultah.

Bagaimana rasanya ultah di hari raya? He. He.. ngantuk. Saya bahkan sempat tertidur di sofa usai makan lontong. Ini mungkin karena berhujan-hujan pulang kerja tengah malamnya. Dan bangun pagi-pagi sekali mengejar Salat Id. Jadi mata pun seakan tak mau kompromi saat perut sudah diisi. Bahkan sampai-sampai saat tidur di sofa. Saat terbangun, ternyata keluarga besar mami Rakha telah berkumpul di rumah nenek.

Setelah kumpul semua, mami Rakha pun mengeluarkan kue ultah yang ternyata telah dipesannya. Saya jadi malu, melihat saat lilin dibakar, hehe, sudah 33 coi. Ya, makin berkuranglah jatah umur hidup didunia ini. Ajang makan kue pun dilakukan diiringi ucapan selamat dari keluarga istri. Sebuah kado pun diberikan khusus dari mami Rakha. Apa isi kadonya? Rahasia lah ya…