Sabtu, 06 Maret 2021

Andai Saja


Andai Saja Mobilku Jadi "Mobil Dinas"

SEORANG teman terduduk lemas di depan saya saat baru datang. Ia terlihat menghela napas panjang. Saya hanya terdiam melihat tingkah lakunya yang agak aneh itu. Sepertinya yang bersangkutan sedang menghadapi masalah besar. Makanya saya biarkan dulu ia memesan minuman dan menenangkan diri di kafe yang sejuk ini.

Setelah terdiam beberapa saat dan saya pun tak mengajukan pertanyaan kenapa ia bersikap seperti itu, ia pun kemudian berbicara. ''Saya banyak keluar uang hari ini,'' katanya membuka kata.

Cerita pun mengalir dari mulutnya bahwa dirinya baru saja dari bengkel. Mobil seken miliknya bermasalah lagi. Kali ini pompa minyak yang membuat pikiran tak tentram. Saat distarter, mobil tersebut tak mau hidup lagi. Karena mobilnya tidak baru dan tak punya asuransi, terpaksalah ia merogoh kocek dalam-dalam untuk memperbaiki kendaraan yang menjadi alat transportasi satu-satunya yang ia miliki.

''Parahnya lagi, saat di bengkel, bermacam penyakit pun bermunculan di mobil saya. Seperti orang tua yang di medical check up, sang montir pun memberi tahu bahwa radiator bocor, as kopel sudah rusak dan perlu diganti, belting aus dan berbagai rusak lainnya. Saya pun jadi pusing,'' keluhnya.

Saya tetap saja terdiam mendengar keluhan sang teman ini. ''Tak habis sampai disitu, saya baru sadar bahwa ban mobil saya juga sudah botak,'' tambahnya lagi.

Kali ini nampaknya saya tak bisa diam lagi. Ia harus diberi wejangan agar dirinya menjadi tenang. ''Ya, kalau gitu dijual saja mobilnya,'' kata saya berusaha menasehati.

Namun nampaknya ia marah mendengar nasehat saya. ''Enak saja, ini mobil punya sejarah tahu,'' ketusnya.

Saya pun tak menanggapi kemarahan dan maklum terhadap hal itu. Karena saya tahu bahwa mobil miliknya itu didapat dengan susah payah dengan menabung selama bertahun-tahun. Ia baru berhasil memperolehnya setelah bekerja selama 9 tahun. Itupun dengan menjual sepedamotor miliknya. Ia selama ini memperlakukan kendaraan tersebut dengan penuh kasih sayang walaupun kendaraan itu telah berumur.

''Andai saja mobil saya mobil dinas,'' katanya tiba-tiba yang membuat saya terkejut.

''Kenapa kalau mobilmu mobil dinas,'' kata saya dengan balik bertanya.

''Ya, tentu saja jika mobil saya mobil dinas, saya tak akan keluar banyak biaya,'' jawabnya lagi.

Ia pun memaparkan bahwa ia tidak perlu lagi memikirkan biaya bensin yang selama ini membuatnya selalu bangkrut. Karena mobil dinas disediakan uang bensin. Untuk perawatan, mobilnya akan dirawat secara berkala di bengkel resmi tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Ia pun bisa bebas berkeliaran, jika malu dengan plat merah dan dapat diganti dengan plat hitam jika ingin mejeng dan mengajak anak istri jalan-jalan. ''Pokoknya bisa berbuat sesuka hati aku, dan semuanya dibiayai negara,'' jelasnya.

Dilanjutkannya lagi, bahwa ia pun secara otomatis bisa memiliki mobil itu dengan lelang "ecek-ecek" jika ia pindah posisi, mobil sudah berusia lima tahun atau ada pergantian mobil baru. ''Sayang saya bukan seorang PNS atau anggota parlemen. Enak betul ya hidup orang-orang yang punya mobil dinas,'' katanya menerawang.

Tak ingin ia lama-lama mengoceh, saya pun memberikan kenyataan terbalik. ''Tapi itu kalau mulus-mulus saja. Bagaimana kalau sekiranya pemerintah meminta mobilmu dikembalikan karena engkau sudah pensiun atau habis masa jabatan. Mobilmu belum berusia lima tahun dan tak bisa dilelang. Kemudian nama dan fotomu dimuat besar-besar di koran dan tipi sebagai orang yang melarikan aset negara. Lalu Satpol PP dan polisi datang ke rumahmu dan menarik paksa mobilmu sambil diliput media massa. Keluargamu, terutama anak dan istrimu tentu malu dengan sikapmu yang memaling barang milik negara. Lalu engkau akan kena tahan KPK dengan tuduhan memanipulasi aset negara dan terbukti memperkaya diri sendiri dengan menguasai aset negara. Terakhir, di hari kiamat kelak, engkau pun akan mendapat siksa yang pedih,'' ceramah saya panjang lebar.

Sang kawan pun jadi terdiam dan kembali termenung. ''Begitu ya,'' katanya dengan lesu.***