Minggu, 16 Agustus 2020

Dibalik Anugerah Jurnalistik Raja Ali Kelana


Anugerah Raja Ali Kelana

BAGI seorang wartawan, hal yang paling membahagiakan dalam menjalankan profesinya adalah jika hasil karya yang dibuatnya bermanfaat bagi khalayak ramai dan mendapatkan apresiasi. Apalagi jika apresiasi yang diberikan tersebut berupa penghargaan dan piala yang sangat diidam-idamkan para insan pers yang sangat serius dalam menjalankan profesinya, istilah milenial sekarang, bukan kaleng-kaleng. 

Sehingga setiap kurun waktu, maka dibukalah ajang lomba hasil karya para jurnalis. Karya yang terhebat dan terbaik akan diganjar dengan penghargaan, piala dan uang. Untuk level dunia, dikenal dengan nama Pulitzer Prize, di Indonesia diberi nama Anugerah Jurnalistik Adinegoro, sementara untuk Riau namanya Anugerah Raja Ali Kelana. 

Penghargaan ini adalah ajang pembuktian bagaimana seorang wartawan itu membuktikan dirinya adalah seorang wartawan yang hebat walau kadang banyak para peraih anugerah yang selalu merendah dan tidak ingin disebut hebat. Tapi walau bagaimanapun, peraih anugerah jurnalistik ini telah menghasilkan karya yang mumpuni, hebat dan brilian. Sehingga pantas diganjar piala dan diberi hadiah uang. 

Tentu banyak yang ingin tahu hadiah apa saja yang diperoleh dan berapa nilai uangnya? Untuk Pulitzer Prize, pemenang akan mendapatkan uang senilai 10.000 dolar AS dan sertifikat (sekitar Rp150 juta dengan kurs Rp15 ribu). Untuk Anugerah Jurnalistik Adinegoro, sang wartawan mendapatkan hadiah sebesar Rp50 juta, plus trofi dan piagam. Lalu bagaimana dengan Anugerah Jurnalistik Raja Ali Kelana? Pemenang berhak mendapatkan piagam, trofi dan uang sebesar Rp10 juta.

Pada tahun 2008 lalu, saya mencoba bertarung dengan para senior lainnya dalam ajang Lomba Karya Tulis Jurnalistik (LKTJ) Raja Ali Kelana. Saat itu saya mengangkat kisah konflik lahan antara sebuah perusahaan pulp di Riau dengan masyarakat dan LSM yang menebang dan menguliti pohon akasia di lahan konsesi perusahaan itu. Selama satu harian saya berada di dalam hutan guna meliput peristiwa ini. Pulangnya sesat di jalan dan berkeliling dalam hutan HTI dan kebun sawit yang tak berujung hingga berhasil keluar hampir tengah malam. Alhamdulillah hasil karya saya mendapatkan hadiah Juara Harapan 2 dan mendapatkan hadiah Rp2.500.000. 

Setelah itu, saya tak pernah lagi ikut dalam ajang lomba karya tulis. Pada Januari 2019,dibuka lagi ajang lomba. Saya awalnya tak terpikir untuk ikut lomba. Saya malah ingin membuat sebuah buku. Pada suatu petang saat akan Salat Ashar di sebuah masjid usai pulang dari sebuah acara, saya berbincang dengan sobat saya Abdul Kadir soal ide ingin membuat buku ini. Tapi sohib saya ini malah menyarankan dan minta agar saya membuat tulisan bagus dan ikut lomba jurnalistik Raja Ali Kelana. Hal ini juga diamini oleh senior saya Zulmansyah Sekedang berada di depan. Menurutnya membuat buku bisa belakangan. Apalagi saat mendengar buku yang akan saya buat tentang kehidupan tinggal di Kota Minyak. “Itu lebih bagus, karena lomba Ali Kelana kali ini mengangkat soal migas. Tentu orang yang hidup di lingkungan minyak lebih paham,’’ sarannya. 

Tiba-tiba adrenalin kewartawan saya pun mulai bangkit mendengar saran mereka tersebut. Semangat saya menggebu  dan ide-ide mendadak bermunculan di dalam kepala. Usai Salat, saya menelepon papa. Papa saya ini sangat enerjik dan hingga kini masih beraktivitas di dunia migas. Dia pun mengiyakan dan akan menolong saya mencari sumber tulisan yang menarik. Hingga akhirnya saya pun berburu sumber, berburu data dan berburu fakta ke lapangan. Saya membuat TOR lebih detil dan menggali informasi lebih mendalam ke narasumber-narasumber. Dengan menyetir sendiri, saya balik kampung di Duri guna melakukan liputan. Sebulan lebih, tulisan ini tuntas saya dikerjakan. Yang lama adalah menunggu konfirmasi dari pimpinan perusahaan.

Tulisan pun terbit satu halaman penuh di Riau Pos edisi Ahad. Saking menggebu-gebunya,ternyata  karya saya yang pertama kali diterima panitia lomba. Kemudian saya hanya bisa menunggu dan memantau siapa saja yang ikut lomba. Tapi beberapa nama yang saya dengar turun gunung ikut lomba, membuat nyali saya ciut. Bayangkan saja, mereka para mantan juara berbagai lomba tulis dan ada pemenang Adinegoro juga yang ikut serta. Saya pasrah dan hanya bisa berdoa.

Menjelang hari pengumuman pemenang dalam acara Resepsi Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di sebuah hotel, saya tak ada ditelpon panitia. Biasanya, pengalaman dahulu, para pemenang akan ditelpon dulu untuk datang ke acara. Tapi hingga sore hanya ada pesan WhatsApp yang masuk ke HP dan isinya standar, undangan acara. Saya pun datang. Banyak tamu berdatangan. Acara yang diawali kata sambutan ini memakan waktu yang panjang, hingga saya berniat kembali ke kantor untuk bekerja. Namun sobat saya Fopin Sinaga melarang pergi dan meminta duduk sebentar karena pembacaan pemenang akan dilakukan.

Kami pun duduk di meja pojok belakang. Satu persatu nama nominator dibacakan dan naik atas panggung. Saya pasrah saat nominator terakhir, tak ada nama saya. Namun keterkejutan tiba-tiba melanda kala sang MC Satria Batubara yang dulu adalah vokalis saat ngeband di Old Rock Star, membacakan nama saya sebagai juara peraih Anugerah Raja Ali Kelana. Tulisan saya yang berjudul “Srikandi dari Kota Minyak” ternyata dinilai para dewan juri sebagai karya yang layak diganjar hadiah. Alhamdulillah… Usaha dan doa saya selama ini dikabulkan Allah SWT. 

Saya ingat, bahwa semua yang saya peroleh ini berkat bantuan dari banyak orang. Mulai dari rekan penyemangat, orangtua yang peduli, keluarga yang mendukung, narasumber yang baik hati dan teman-teman kantor yang mensupport serta surat kabar kami Riau Pos yang hebat. Sekali lagi saya hanya bisa bersyukur atas nikmat ini. Semoga dengan penghargaan ini tidak membuat saya jadi jumawa dan sombong. Dan selalu istiqomah dengan jalan hidup sekarang ini, walau terkadang agak berat. hehehe
Salam Akal Sehat

Jumat, 14 Agustus 2020

Anugerah Raja Ali Kelana

berikut ini adalah tulisan saya yang meraih juara 1 penghargaan Raja Ali Kelana tahun 2019. Sebuah penghargaan paling bergengsi untuk wartawan di provinsi riau.



*Ibu Rumah Tangga yang Jadi Pengusaha Sukses Berkat LBD Chevron

Srikandi dari Kota Minyak

Perawakannya biasa saja, seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Tidak ada riasan yang mencolok di wajah ataupun perhiasan yang melekat. Jika sepintas orang melihat, tentu tidak ada hal istimewa terhadap ibu yang satu ini. Namun siapa sangka, dibalik penampilan sederhana itu, ternyata dia adalah seorang direktur sebuah perusahaan yang dipercaya oleh PT CPI mengerjakan proyek-proyek Local Business Development (LBD) sejak tahun 2001 lalu. Ibu rumah tangga yang dulu hidup pas-pasan ini, telah menjelma menjadi seorang pengusaha sukses yang ikut membantu mengurangi jumlah pengangguran di sekitar rumahnya. Dia adalah Yulia Rida (47), Direktur PT Sukuri Indah Sehati. Sebanyak 90 pekerjanya adalah tetangga sekitar dan kini bergantung hidup di perusahaan yang dipimpinnya. Program LBD telah  membuat Yulia Rida makin maju dengan mengembangkan beberapa bidang bisnis usaha lain. 12 armada kendaraan berbagai tipe dengan sebuah warehouse melengkapi kesuksesan srikandi yang memulai usaha dari nol ini. Bagaimana ceritanya?

 

SAAT Riau Pos bertandang ke rumahnya di Jalan Mulia, Kelurahan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Duri, akhir pekan lalu, Yulia Rida masih terlihat seperti layaknya ibu rumah tangga. Dengan mengenakan baju kaus hitam dan celana jins, ibu yang mudah senyum ini terlihat santai. Memang tidak nampak penampilan seorang direktur. Dan hal ini pun diakuinya. 

“Iya, dulu pernah ada tetangga jauh yang datang ke rumah dan bermaksud bertemu saya untuk minta tolong memasukkan kerja anaknya. Saat saya katakan, saya Yulia Rida, ia malah tidak percaya. Dia minta saya jangan main-main karena sang ibu mengaku tahu siapa yang dicarinya. Mungkin dia tak percaya karena melihat saya yang saat itu lagi nyapu halaman dengan pakaian lusuh dan ada sobek,” tuturnya dengan tertawa terbahak. 

Yulia Rida memang pantas untuk bahagia dan tertawa saat ini. Karena berkaca dari perjalanan hidupnya, ibu yang akrab dipanggil Rida ini telah menjalani asam garamnya kehidupan yang tidak mudah. Sejak kecil, Rida sudah ditinggal bapaknya sehingga mereka hanya menjalani kehidupan bersama sang ibu. Hidup dengan orang tua tunggal membuatnya tidak bisa santai dan berleha-lega. Bersama 6 saudara lainnya, dimana Rida adalah perempuan tertua, mereka berusaha survive untuk hidup di Kota Jalur, Talukkuantan. Rida ikut berusaha membantu ibunya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dia mengakui bahwa saat- saat itu adalah masa yang genting dan penuh duka.  

“Pekerjaan saya setiap pulang sekolah adalah memanjat pohon duku yang batangnya besar. Ibu menunggu di bawah pohon memungut duku-duku yang saya jatuhkan dari atas pohon. Kemudian hasilnya kami jual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itu kejadian saat saya duduk di bangku SMA,” tuturnya dengan wajah menerawang.

Dia mengaku tidak malu mengerjakan hal tersebut karena keadaan memang susah dan memaksanya harus seperti itu. Rida tumbuh menjadi cewek yang tomboi dan tidak takut mengerjakan hal- hal yang dilakukan kaum laki-laki seperti mencari ikan di sungai, membuat kandang dan beternak ayam serta pekerjaan laki-laki lainnya. Walaupun hidup susah, beruntung dia punya ibu yang sangat peduli pendidikan anak-anaknya. Mereka sekeluarga selesai sekolahnya, bahkan abangnya yang tertua mendapat beasiswa dari pemerintah hingga ke jenjang S2. Sebagai perempuan, Rida juga harus menamatkan sekolahnya. Kehidupan yang saat itu sedang sulit, membuat dia harus berpindah-pindah sekolah menumpang di rumah sanak saudaranya untuk menyelesaikan bangku SMA. Hingga ia terdampar di Kota Minyak, Duri. Menumpang di rumah pamannya yang seorang kepala sekolah dan berhasil menamatkan pendidikannya.

Setamat SMA, sempat dia mencoba melamar menjadi polisi. Dengan modal nekat dan kegigihan ia mencoba mengurus surat-surat persyaratan lamaran sendiri. Dengan uang seadanya, ia mendatangi Kota Pekanbaru untuk mengikuti tes. Namun nasib berkata lain. Karena sesuatu penyebab, dia tidak diterima masuk ke Korps Bhayangkara itu.
Tak berpatah arah, Rida kembali ke Kota Duri. Di rumah paman tersebut usai tamat sekolah ia membantu-bantu pekerjaan di rumah hampir selama 9 tahun. Apa yang bisa kerjakan, dilakukannya hingga kemudian ia berumah tangga.

Tapi ia tidak bisa diam begitu saja dan berusaha bangkit memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rida mencoba melamar kerja dan kerja pertamanya di bagian administrasi sebuah kursus bahasa Inggris. Berkat keingintahuan terhadap hal baru, di tempat kerja inilah Rida mahir berbahasa Inggris dengan belajar secara otodidak saat bekerja. Lalu ia beralih kerja sebuah gudang kayu yang juga memiliki sawmill atau penggergajian kayu bernama PT Jeki Karya. Disini ia banyak mendapat ilmu tentang berbagai jenis kayu, kubikasi serta kegunaannya. Kemudian ia beralih lagi ke sebuah perusahaan kontraktor PT Selembayung Dinasti Adipa. Disini ia kembali mendapat ilmu tentang proyek, tender dan segala seluk beluk bisnis tersebut.

‘’Saat itu saya hamil dan melahirkan anak pertama. Baru satu setengah bulan istirahat, saya disuruh masuk dan bekerja oleh bos. Sebagai perempuan dan seorang ibu, hati saya berontak dan mencoba memprotes kebijakan pimpinan itu. Saya merasa jasa selama 4 tahun bekerja disana sia-sia dengan tindakan tersebut. Akhirnya saya memutuskan berhenti bekerja,’’ tegasnya.

Keputusan Rida memang emosional, namun ternyata keputusan inilah yang membuat bakal menjadi seorang entrepreneur sejati dan bersaing dengan para lelaki lain di bidang konstruksi proyek-proyek PT Chevron. Dengan modal nekad, ia mencoba membuat usaha sendiri dengan mengesub barang-barang kebutuhan pokok. Walaupun tidak punya modal, Rida mencoba cara dengan bekerjasama dengan toko mengambil barang terlebih dahulu lalu kemudian dibayar belakangan. Beruntung ada toko yang mau. Dan usaha ini lancar sehingga ia mendapat keuntungan. Bahkan ia sempat membuat Usaha Dagang (UD) dengan nama Ridar. Mulai dari sembako hingga pengadaan sarung untuk Masjid Istiqlal di kompleks Chevron menjadi gaweannya selama lebih kurang empat tahun.

Di tahun 2001, ia mendapat undangan dari Chevron untuk mengikuti program Local Businees Development. Kala itu, usai reformasi, Caltex nama perusahaan sebelum diganti jadi Chevron ingin menggandeng pengusaha-pengusaha lokal yang ada untuk dididik menjadi pengusaha tangguh dan diberikan proyek. Kala itu dua bidang yang ditawarkan ke pengusaha lokal yakni bidang penghijauan dan konstruksi. Rida pun mengikuti workshop yang ditaja Caltex bersama ratusan pengusaha lainnya di Kota Duri. Mereka pun diberi sertifikat dan disuruh membuat Commanditaire Vennootsschap/Persekutuan Komanditer (CV).

‘’Dengan modal Rp5 juta, saya pun membuat CV bernama Sukuri Indah dengan pekerja berjumlah 8 orang. Kami mengambil bidang konstruksi karena sebelumnya saya sudah banyak mendapat ilmu dari pengalaman kerja terdahulu. Saya pun kala itu nekat ikut tender proyek dan berhasil mendapatkan paket perehaban unit rumah Chevron di Kompleks Talang, Duri,’’ tuturnya.

Lalu darimana modalnya? Chevron kala itu membuka pintu kepada pengusaha daerah agar bersentuhan dengan bank untuk modal awal. Namun diakui Rida tidak semudah itu karena bank mempunyai syarat dan ketentuan tertentu, berproses dan memakan waktu. Untuk mempersingkat waktu, Rida meminjam pun uang ke seorang pemodal walaupun dengan bunga tinggi. Tapi ia berprinsip ini hanya sementara dan ketika proyek selesai, utang itu pun lunas. Bahkan dirinya bisa menabung dan mendepositokan uangnya ke bank sehingga kemudian bank percaya dan mengucurkan uang segar untuk proyek-proyeknya.

Walaupun seorang perempuan, Rida tidak takut dan kalah saing dengan pengusaha lain yang rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Ia terus mengupdate pengetahuannya dalam segala bidang terutama tentang peraturan-peraturan pemerintah baik tentang proyek, tenaga kerja, pajak dan lainnya. Sehingga ia selalu selangkah di depan pengusaha lainnya menyangkut hal-hal tersebut. Sehingga ia selalu didorong dan menjadi juru bicara kepada pihak Chveron menyangkut masalah peraturan dan kontrak. Ia bahkan sempat protes angka proyek yang diberikan Chevron akibat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengetahuannya tentang konstruksi yang mendetil membuat Chevron menyetujui dan merevisi angka yang telah disampaikan.

“Saya dianggap juru bicara, padahal saya ini perempuan. Namun saya berprinsip selagi saya benar kenapa mesti takut. Sejak kecil saya memang suka tantangan dan tak pernah takut untuk mencoba hal-hal baru,’’ jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, sudah banyak pekerjaan yang dipercayakan Chevron mereka selesaikan dengan baik. Proyek-proyek konstruksi CD Chevron menjadi langganan Rida seperti menangani sekolah, pembuatan WC, perbaikan musala, pengecoran bahu jalan dan lain sebagainya. Dimana proyek tersebut dengan kontrak mulai dari Rp40 juta sampai Rp200 juta. Hal ini kerap dilakukan sejak tahun 2001 hingga 2005.

Rida nampaknya tak berpuas diri, dia mulai kembali mengembangkan diri mengerjakan proyek lain. Ia lalu mendirikan PT bernama Sukuri Indah Sehati. Ia pun ikut tender di pusat untuk proyek senilai Rp10 miliar di bidang maintenance. Proyek ini berhasil diperolehnya dan dilakukan selama 4 tahun. Dari tahun 2010 hingga 2014 dengan 60 karyawan. Disinilah ia belajar secara serius mengelola sebuah perusahaan yang agak besar. Proyek yang dikerjakannya itu, membuat dia menjadi orang yang banyak dicari tetangga untuk minta tolong agar bisa diterima bekerja.

“Saya tidak perlu susah-susah dalam mencari orang untuk bekerja. Sebelum ada kontrak pekerjaan yang akan dilakukan, sudah banyak tetangga yang mendaftar untuk ikut bekerja ke rumah. Saya selalu menomorsatukan orang sekitar lingkungan untuk bekerja. Sehingga bisa membantu ekonomi warga yang ada sekitar lingkungan saya,’’ jelasnya.   

Namun Rida mengiringi semua hal tersebut dengan kerja yang profesional. Ia sendiri turun mengawasi pekerjaan tersebut di lapangan. Ia tidak ingin kepercayaan yang diberikan user disia-siakan. “Dulu sempat dalam keadan hamil, dengan mengendarai sendiri sepedamotor saya kerap mendatangi kantor Chevron untuk mengurus proyek yang dipercayakan kepada kami. Mungkin orang-orang Chevron kasihan juga melihat saya sehingga semua urusan bisa lancar,’’ katanya dengan tersenyum.

Menyinggung masalah keluarga, Rida yang mempunyai 4 orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki, berjalan sebagaimana biasanya keluarga lainnya. Ia bersama suami sudah bersepakat bahwa keluarga harus menjadi perhatian utama. Mereka pun secara bergantian mengawasi anak-anak. Kalau Rida bekerja di luar, maka suami yang di rumah. Begitu juga saat suami bekerja diluar, Rida akan di rumah memantau anak-anaknya. Usaha mereka mendidik anak pun membuahkan hasil dengan berhasilnya anak perempuannya menamatkan kuliah di Kimia FKIP Unri dan kini sedang bersiap untuk melanjutkan S2 karena diterima di Universitas Teknologi Malaysia (UTM) Johor.

Dikatakan Rida, semua itu adalah berkat kesusahan hidup yang dialaminya. Ia teringat dulu tinggal mengontrak di sebuah rumah petak dan tak jarang hingga empat bulan kontrakan belum terbayar dan pemilik sudah mendesak pembayaran. Padahal di rumah itu, banyak sanak saudara yang iktu menumpang tinggal. Dia juga membiayai sekolah sanak famili yang tinggal bersamanya. Namun semua ini dianggapnya sebagai kenangan yang indah. ‘’Saya merasa yang saya capai saat ini adalah sebuah mukjizat dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Semua mengalir seperti air. Saya hanya bisa mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Sehingga perusahaan pun saya buat nama “Sukur”,’’ ungkapnya.

Lalu bagaimana komentar pekerja yang notabene tetangganya? Saat Riau Pos mendatangi warehouse dan kantor perusahaan milik Rida yang tidak begitu jauh dari rumahnya, terlihat para pekerja sedang beristirahat siang itu. Mereka duduk dan asyik menikmati kopi dan makanan ringan diantara kendaraan yang parkir berjejeran. Beberapa alat mesin seperti gerinda dan perlengkapan lain, tergeletak di lantai. Sepertinya para pekerja sedang melakukan perbaikan dan kini berehat sejenak di bengkel tersebut.  Jhoni (39), salah seorang pekerja yang duduk santai, mengatakan bahwa mereka sedang istirahat. Ada beberapa perbaikan yang sedang mereka lakukan siang itu. Ia mengaku sudah dua tahun bekerja di sana dan merasa enjoy saja dengan kerja yang sehari-hari dilakukannya. ‘’Iya selama bekerja disini, saya menikmati bang. Tidak ada masalah dan semuanya berjalan lancar,’’ tuturnya.

Namun ia berharap, pekerjaan mereka tersebut terus berlanjut dengan proyek-proyek yang diberikan Chevron. Karena kondisi Kota Duri saat ini sedang sulit dan banyak pengangguran. Jika tidak ada proyek maka mereka tentu akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dapur keluarga. ‘’Kami juga mendengar info bahwa Chevron akan berakhir dua tahun lagi. Kami berharap pengganti Chevron nanti bisa melanjutkan program LBD ini, sehingga kami warga tempatan bisa juga hidup. Sekarang banyak yang menganggur bang. Cari kerja susah,’’ jelasnya.***





Wisata Patung Lilin, Akuarium Raksasa dan Air Terjun dalam Mall


*Catatan Perjalanan Media Trip Amazing Thailand (habis)

Bagaimana rasanya jika bertemu dengan seorang idola yang sangat didambakan. Tentu kaget dan salah kaprah. Hal ini menimpa salah seorang peserta cewek yang ikut rombongan Media Trip. Tanpa malu-malu ia memeluk dan mencium pipi Will Smith, sang aktor kesukaannya saat bertemu di Bangkok,

Laporan Yose Rizal, Bangkok

LALU bagaimana reaksi sang aktor mendapat perlakuan tersebut. Si aktor ternyata hanya diam membisu seribu bahasa dengan tatapan mata yang kosong. Ya, wajar saja. Karena yang dipeluk sang gadis tersebut adalah sebuah patung lilin di Madame Tussauds, Bangkok. Walaupun hanya sebuah patung, namun bentuk fisik sang aktor sangat-sangat serupa dan mirip dengan yang aslinya. Sehingga jika kita berfoto dengan sang patung maka seperti berfoto dengan orang yang bersangkutan.

Museum Madame Tussauds adalah sebuah museum yang mengkoleksi patung lilin pesohor-peshor dunia. Terdapat 24 museum serupa yang berada di kota-kota terkenal dunia. Untuk wilayah Asia Tenggara, museum ini hanya ada di Kota Bangkok dan Singapura. Untuk Bangkok sendiri Museum Madame Tussauds ini berlokasi di lantai 4 Mal Siam Discovery. Disini terdapat sebanyak 75 patung lilin orang terkenal dunia. Indonesia patut berbangga karena patung lilin Presiden pertama kita Ir Soekarno menempati tempat pertama di pintu masuk. Dengan jas warna putih, Presiden Sokarno berpose dengan senyumannya yang khas. Sementara disampingnya dipajang Burung Garuda serta sebuah kotak kaca yang berisi tongkat asli sang proklamator.

Rombongan kebetulan sampai pada saat museum baru dibuka di pagi hari. Sehingga tidak terlalu ramai pengunjung dan bisa berfoto dengan nyaman bersama tokoh idola yang ada di dalam. Menurut keterangan Operation Admin Officer, Unalom Keeratipoj bahwa setiap harinya sebanyak 500 sampai seribu orang datang melihat koleksi patung lilin ditempatnya. Untuk tiket, anak-anak dibawah usia tiga tahun gratis, sedangkan usia 3-11 tahun dikenakan tiket 790 baht atau Rp379 ribu dan dewasa 990 baht atau Rp476 ribu.

Disesi pertama akan kita temui para pemimpin dunia yang sangat berpengaruh. Seperti Mahatma Ghandi, Soekarno, Mahatir Muhammad, Barrack Obama serta yang lainnya. Kemudian beralih ke ruangan lainnya adalah par penyanyi terkenal seperti Michael Jackson, Beyonce. Madonna dan deretan penyanyi lain. Lalu beralih ke bintang film dari klasik hingga saat ini, Bruce Lee yang ikonik, hingga tokoh marvel semacam Kapten Amerika, Spiderman, sampai juga ke tokoh Bollywood seperti Shahruk Khan. Ada juga legenda olahraga seperti David Beckham dan yang lainnya serta para aktris dan aktor terkenal seperti tadi si Will Smith, Leonardo Di Caprio, Jackie Chan, Johnny Depp.

Usai berfoto dan melihat koleksi patung lilin Madame Tussauds, kami diarahkan ke lantai atas untuk  melihat film 3 dimensi Ice Age. Suasana ruangan d idekorasi seperti di padang salju dengan hewan khas film tersebut. Di dalam bioskop penonton diberi kacamata 3D. Dan ketika film diputar tiba-tiba salju putih turun dalam ruangan bioskop sebagaimana layar juga memperlihatkan suasana salju. Bangku pun bergerak mengikuti irama dalam film. Selama 10 menit, penonton dibawa berpetualang di alam bebas yang penuh salju.

Puas berkeliling dan berfoto ria, selanjutnya kami arahkan ke Mal Siam Paragon.Mal ini bersebelahan dan dengan berjalan kaki saja, pengunjung sudah pindah mal. Di Siam Paragon ini, terdapat akuarium raksasa berikut dengan makhluk hidup bawah airnya. Namanya Bangkok Ocean World. Tempat ini terletak di bagian paling bawah Mal Siam Paragon. Disini kita diajak melihat kehidupan bawah air. Bermacam-macam jenis ikan dipamerkan dalam akuarium raksasa ini. Pengunjung diajak jalan berputar-putar berkeliling dari atas hingga ke dasar. Di sepanjang lorong kiri dan kanan berhiaskan akuarium-akuarium yang berisi aneka hewan laut dari tropis hingga kutub.

Di tengah area, dari dasar hingga ke atas, terdapat akuarium raksasa berisi bermacam ikan termasuk hiu yang besar-besar hilir mudik. Layaknya Sea World di Indonesia, pengunjung juga melewati lorong kaca dalam akuarium sehingga bisa melihat aneka ikan mulai dari atas kepala hingga di bawah kaki. Saat kami disana sedang dilakukan atraksi memberi makan ikan dan pembersihan karang oleh beberapa penyelam. Sebagaimana tempat hiburan lainnya, saat di pintu keluar disediakan berbagai macam souvenir dan merchandise yang dijual kepada pengunjung.

Masih belum puas, lalu lokasi wisata yang dituju kali ini adalah wisata sejarah. Namanya Lhong 1919. Terletak di tepian Sungai Chao Phraya, tempat ini sarat dengan bangunan lama nan eksotis untuk tempat bersantai, menikmati hiburan dana tempat makan minum dan hang out. Dulunya tempat ini adalah sebuah gudang beras dan rumah milik seorang warga Thailand keturunan Cina. Lama terbengkalai, akhirnya tempat ini disulap menjadi lokasi yang menarik untyuk kunjungan wisata. Di sini pengunjung bisa menikmati suasana tepi sungai. Gudang-gudang  yang jadi tempat makan dan minum, galeri seni, dan juga ada kuil. Halaman dalam sangat luas dan pengunjung bisa bersantai dikursi yang disediakan di tengah halaman. Beberapa peninggalan barang-barang lama sengaja dipertontonkan.

Usai mengunjungi wisata Hertitage, dengan memakai kapal, kami bergerak menuju  IconSiam. Sebuah mall terbesar dan termegah yang saat ini baru dibangun di Kota Bangkok. Saat sampai, kami melihat layar raksasa terpasang di halaman mal dengna kursi-kursi yang dipenuhi penonton. Ternyata saat itu sedang ada siaran langsung acara raja baru Thailand dengan puluhan perahu di sungai Chao Phraya. Kami lalu diajak pengelola mal berkeliling di  tempat perbelanjaan yang baru dibuka 2 tahun lalu ini.

Memang menarik dan detail dibuat oleh mal ini. Di lantai dasar mal yang luas, dubuat bangunan-bangunan sesuai dengan empat region yang ada di Thailand. Deretan ruko zaman dahulu berdiri di dalam. Kita seperti tidak berada dalam mal karena ruko-ruko ini dibangun permanen dan penuh pengunjung yang sedang makan dan minum di dalamnya. Disisi lain bagunan, dibuat konsep bangunan kayu dengan air dibawahnya, seperti floating market. Sampan-sampan pun ditambat disana. Ratusan pedagang tradisional menjajakan dagangannya, mulai dari kue putu, kue serabi hingga mie goreng dan aneka makanan lain. Seperti layaknya pasar tradisional, namun berada dalam mal.

Namun semua itu berubah saat naik ke lantai 2. Suasana mal sebagaimana umumnya kembali terlihat, Ada 8 lantai mal ini. Di lantai 2 disediakan ruangan khusus yang penuh dengan tumbuhan dan bunga serta tempat duduk bersantai untuk pengunjung. Berbentuk anjungan yang langsung menghadap sungai Chao Phraya. Namun yang menarik adalah saat berada di lantai 8, tiba-tiba dari atas ruangan meluncur air terjun ke bawah. Dengan ketinggian sekitar 8 meter, air terjun yang turun poun membentuk tulisan dan aneka macam motif.

Menjelang malam, kami diajak dan bergegas ke halaman Mal IconSiam. Disana sudah banyak pengunjung berdiri berjejer. Tak lama kemudian tiba-tiba air mancur muncul di tengah halaman dengan meliuk-liuk dan beratraksi. Tak hanta itu, sinar laser turut memperindah aksi pertunjukan air mancur ini. Penonton pun berdesakan mengabadikan momen ini.

Thailand memang harus kita acungi jempol dalam menciptakan tempat yang bisa dijadikan objek wisata. Tanpa menunggu keajaiban alam, mereka berkreasi membuat hiburan sendiri yang mjenarik. Contohnya mal, di Thailand sepertinya mal tidak pernah sepi. Selalu banyak pengunjung, terutama para turis. Mereka selain melihat lokasi wisata dalam mal juga bisa makan dan berbelanja termasuk souvenir lokal yang dijual dalam mal.

Bahkan sebuah tempat penjual khas souvenir dan oleh-oleh bernama Asiatique penuh dengan turis yang berbelanja. Parkiran depan pasar ini penuh dengan bus-bus besar. Lokasi pasar yang luas dan tertata rapi serta harga yang murah dengan kualitas barang bagus membuat tempat ini jadi lokasi kunjungan sebelum turis pulang ke  negara mereka. Termasuk kami rombongan media trip yang harus mengosongkan dompet di pasar ini sebelum besok pagi sudah harus ke bandara Suvarnabhumi untuk kembali lagi ke Indonesia. Terima kasih Tourism Authority of Thailand (TAT) Jakarta. Sampai bertemu lagi di perjalanan lainnya.*** 


Dipeluk Ladyboys hingga Kengerian di Atap Lantai 78



*Catatan Perjalanan Media Trip Amazing Thailand (2)

Selain keindahan pantai dan aneka makan seafood-nya, Pattaya juga terkenal dengan pertunjukkan kabaretnya. Salah satunya adalah Alcazar Kabaret. Dengan tagline A Unique Magical Experience, para pengisi acara atau penari panggung kabaret ini adalah para ladyboys atau waria.

Laporan Yose Rizal, Pattaya

BANYAK yang tidak percaya ketika Riau Pos membagikan foto saat bersama ladyboys pengisi acara Kabaret Alcazar di media sosial, dan mengatakan bahwa mereka itu adalah waria. Sekilas terlihat, mereka seperti cewek pada umumnya dengan dandanan dan senyum layaknya sang miss universe. Bahkan terbilang lebih cantik jika dibandingkan wanita tulen. Namun begitulah waria di Thailand, berkat operasi yang apik dan ciamik, mereka berubah drastis jadi wanita sebagaimana mestinya.

Kami sampai ke lokasi gedung kabaret usai makan malam. Makan malam kami di sebuah restoran tepi pantai Pattaya yang eksotik. Hidangan menu laut, mulai dari udang, cumi, ikan serta lainnya yang disajikan, ludes dalam sekejab. Suasana senja yang indah dengan deburan ombak serta pemandangan gedung bertingkat pusat kota membuat nafsu makan makin bertambah.

Menjelang pukul 7 malam, kami sampai di lokasi pertunjukan. Di parkiran gedung Kabaret Alcazar sudah penuh dengan bus-bus pariwisata yang berjejer. Malam itu, gedung pertunjukan bakal penuh dengan penonton jika melihat jumlah kendaraan di parkiran. Ternyata memang betul. Walaupun pintu dibuka sekitar jam 8 malam, namun penonton sudah berjubel.

Dari raut wajahnya, para penonton kebanyakan terlihat berasal dari negra India dan wilayah sekitarnya serta dari negara China dan Jepang. Namun ada juga wajah-wajah bule dari Amerika dan Eropa Timur.  Dan memang penonton ini adalah wisatawan semua dan tak ada orang lokal. Mungkin saja para wisatawan penasaran dengan pertunjukan para waria ini.

Secara khusus, dua orang waria pengisi acara dengan pakaian seksinya datang menemui kami di lobi depan. Mereka pun kemudian diarahkan berfoto bersama kami di depan poster. Saat foto sesi seorang diri, saya terkejut saat digandeng dan dipeluk seorang ladyboys. Tidak nampak ada raut laki-laki di wajahnya. Dengan dandanan seksi sedikit terbuka, dia dengan tersenyum memeluk saya dan temannya berdiri disamping saya dengan senyum dikulum.

Kami langsung ditemui pihak Manager Alcazar dan disuruh duduk sebentar di ruangan restoran serta diberi souvenir serta DVD kabaret. Setiap pemegang tiket pertunjukkan mendapatkan segelas minuman soda yang bisa dibawa ke dalam gedung. Sebelum penonton lain masuk, melalui pintu khusus kami dipersilahkan ke dalam ruangan dan memilih tempat duduk di VIP. Setelah posisi bagus didapat, pintu penonton dibuka dan dalam sekejab ruangan pertunjukan dan terdiri dari tingkat atas dan bawah pun penuh.

Walaupun sudah pernah menonton kabaret ini, namun saya tak bosan melihat aksi panggung para waria tersbut. Walaupun memang tidak semua pengisi panggung adalah waria, namun ada juga lelaki tulen. Set dekor panggung, permainan cahaya lampu serta pakaian yang dikenakan ditambah aksi panggung mereka, membuat tontonan ini sayang untuk dilewatkan begitu saja. Selama pertunjukan lebih kurang 50 menit, tidak ada penonton yang beranjak dari tempat duduk mereka. Malahan banyak yang ikut bernyanyi, seperti wisatawan Jepang bernyanyi dan berteouk tangan ketika sebuah scene panggung dan nyanyian berasal dari Jepang.

Latar panggung dari Indonesia pun ada yakni rumah Gadang dari Sumatera Barat saat aksi lagu Melayu diperdendangkan. Dan memang banyak tarian baru yang disajikan serta aksi sinar laser serta penari yang menggunakan sepatu roda khusus. Dan saat pertunjukan usai, para penari muncul di samping gedung untuk berfoto bersama penonton. Setiap penonton yang ingin mengabadikan momen bersama waria ini dikenakan biaya 100 baht atau sekitar Rp48 ribu.

Keesokan harinya, agenda lain sudah menanti. Kami check out dari hotel menuju Kota Bangkok. Perjalanan berjalan lancar dan makan siang mengambil tempat di restoran muslim dalam Mal MBK. Sebuah mal tertua yang ada di Kota Bangkok. Selain menjual pakaian dan aneka pernak pernik sebagaimana yang sering kita lihat di mal,disini juga dijual aneka aksesoris dan souvenir khas Thailand. Harganya pun hampir sama dengan harga aneka souvenir yang dijual di pasar tradisional.

Setelah puas berbelanja, tujuan selanjutnya adalah salah satu gedung tertinggi di Bangkok, King Power Mahanakhon. Ini adalah sebuah gedung bertingkat 78 dengan ketinggian 341 meter dari permukaan tanah. Disini dilantai 74 hingga 78, pengunjung bisa melihat Kota Bangkok dari segala sisi di ketinggian. Kami diterima oleh Public Relation Executive King Power Mahanakhon, Moke Promma. Dia menjelaskan secara detil tentang bangunan tersebut.

Untuk menaiki gedung tertinggi ini dikenakan biaya 880 baht atau sekitar Rp423 ribu bagi dewasa dan 250 baht (Rp120 ribu) anak-anak. Sebelum naik ke atas, kami selama 2 menit mencoba parachute virtual reality adventure. Ini adalah permainan dengan memakai helm dan kacamata virtual serta menaiki sebuah model parasut. Tubuh akan ditarik ke atas dan turun ke bawah seperti asli saat permainan dimulai. Untuk biaya karcisnya 250 baht (Rp120 ribu).

Lalu kami menaiki lift menuju lantai 74. Ini merupakan lift tercepat di dunia. Lantai 74 ditempuh dalam waktu 15 detik. Saat lift bergerak kita yang berada dalam lift akan disuguhi tontonan dari semua sisi dinding lift. Di lantai 74, kita bisa berkeliling melihat kota dari segala sisi. Disini tersedia teropong untuk melihat pemandangan serta ada kotak pos paling tinggi di dunia. Disamping kotak pos yang berwarna merah,  tersedia machine box yang menjual kartus pos. Dengan 40 baht atau Rp20 ribu kita mengirim kartu pos dengan berbagai alamat di dunia.

Puas di lantai 74 dilanjutkan ke lantai 78. Disini tersedia bar yang menjual aneka minuman. Juga ada glass tray atau lantai kaca. Hanya pengunjung yang punya nyali berani melewati lantai kaca dengan pemadangan jalan dan gedung-bertingkat tepat di bawah kaki kita. Ada yang berani namun ada yang berteriak-teriak ketakutan saat melewati lantai kaca ketika melihat kebawah. Para pengunjung yang ingin mencoba sky walk ini, harus menitipkan semua barang dan sepatu diberi pembungkus.

Dengan minuman berwarna biru, Riau Pos menaiki rofftop paling tinggi. Disini angin bertiup kencang dan pemandangan kota makin jelas karena langit langsung berada di atas kepala kita. Pagar pembatas hanya dinding kaca setinggi badan. Tersedia tempat duduk melingkar untuk bersantai menikmati minuman dan pemandangan indah semua sudut kota dengan sungai Chao Phraya yang meliuk-liuk membelah Kota Bangkok. Sebuah kengerian sekaligus tantangan dan keindahan yang menjadi satu.(bersambung)

 


Joss Coffee



Tentang Kopi

Bagaimana sebuah kopi berproses? Berawal dari sebuah tanaman bernama latin coffea, yang tumbuh subur di dataran tinggi dengan profil tanaman berbatang rendah. Di setiap dahan batangnya muncul berry atau buah kopi yang menempel. 

Buah kopi yang berbentuk berry berwarna merah tersebut kemudian dipanen dan dipisahkan dari bijinya. Biji ini dijemur dan ketika kering bernama green bean yang jadi cikal bakal kopi. Lalu biji mentah ini disortir, yang bagus dan sama bentuknya dikumpulkan. 

Hasil sortir biji yang bagus inilah yang diroasting atau dimasak dengan mesin khusus bersuhu dan bertekanan tinggi. Presisi roasting dengan jenis kualitas, light, medium dan dark, menghasilkan kopi yang harum dan nikmat. 

Kopi asli Indonesia, digemari warga dunia. Jadi, mari mulai hari ini minum kopi asli. Bukan kopi abal-abal campur bubuk jagung atau beras yang membuat perut mual. Minum Joss Coffee, rasakan nikmatnya kopi aseli....