Jumat, 14 Agustus 2020

Anugerah Raja Ali Kelana

berikut ini adalah tulisan saya yang meraih juara 1 penghargaan Raja Ali Kelana tahun 2019. Sebuah penghargaan paling bergengsi untuk wartawan di provinsi riau.



*Ibu Rumah Tangga yang Jadi Pengusaha Sukses Berkat LBD Chevron

Srikandi dari Kota Minyak

Perawakannya biasa saja, seperti ibu rumah tangga pada umumnya. Tidak ada riasan yang mencolok di wajah ataupun perhiasan yang melekat. Jika sepintas orang melihat, tentu tidak ada hal istimewa terhadap ibu yang satu ini. Namun siapa sangka, dibalik penampilan sederhana itu, ternyata dia adalah seorang direktur sebuah perusahaan yang dipercaya oleh PT CPI mengerjakan proyek-proyek Local Business Development (LBD) sejak tahun 2001 lalu. Ibu rumah tangga yang dulu hidup pas-pasan ini, telah menjelma menjadi seorang pengusaha sukses yang ikut membantu mengurangi jumlah pengangguran di sekitar rumahnya. Dia adalah Yulia Rida (47), Direktur PT Sukuri Indah Sehati. Sebanyak 90 pekerjanya adalah tetangga sekitar dan kini bergantung hidup di perusahaan yang dipimpinnya. Program LBD telah  membuat Yulia Rida makin maju dengan mengembangkan beberapa bidang bisnis usaha lain. 12 armada kendaraan berbagai tipe dengan sebuah warehouse melengkapi kesuksesan srikandi yang memulai usaha dari nol ini. Bagaimana ceritanya?

 

SAAT Riau Pos bertandang ke rumahnya di Jalan Mulia, Kelurahan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Duri, akhir pekan lalu, Yulia Rida masih terlihat seperti layaknya ibu rumah tangga. Dengan mengenakan baju kaus hitam dan celana jins, ibu yang mudah senyum ini terlihat santai. Memang tidak nampak penampilan seorang direktur. Dan hal ini pun diakuinya. 

“Iya, dulu pernah ada tetangga jauh yang datang ke rumah dan bermaksud bertemu saya untuk minta tolong memasukkan kerja anaknya. Saat saya katakan, saya Yulia Rida, ia malah tidak percaya. Dia minta saya jangan main-main karena sang ibu mengaku tahu siapa yang dicarinya. Mungkin dia tak percaya karena melihat saya yang saat itu lagi nyapu halaman dengan pakaian lusuh dan ada sobek,” tuturnya dengan tertawa terbahak. 

Yulia Rida memang pantas untuk bahagia dan tertawa saat ini. Karena berkaca dari perjalanan hidupnya, ibu yang akrab dipanggil Rida ini telah menjalani asam garamnya kehidupan yang tidak mudah. Sejak kecil, Rida sudah ditinggal bapaknya sehingga mereka hanya menjalani kehidupan bersama sang ibu. Hidup dengan orang tua tunggal membuatnya tidak bisa santai dan berleha-lega. Bersama 6 saudara lainnya, dimana Rida adalah perempuan tertua, mereka berusaha survive untuk hidup di Kota Jalur, Talukkuantan. Rida ikut berusaha membantu ibunya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dia mengakui bahwa saat- saat itu adalah masa yang genting dan penuh duka.  

“Pekerjaan saya setiap pulang sekolah adalah memanjat pohon duku yang batangnya besar. Ibu menunggu di bawah pohon memungut duku-duku yang saya jatuhkan dari atas pohon. Kemudian hasilnya kami jual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Itu kejadian saat saya duduk di bangku SMA,” tuturnya dengan wajah menerawang.

Dia mengaku tidak malu mengerjakan hal tersebut karena keadaan memang susah dan memaksanya harus seperti itu. Rida tumbuh menjadi cewek yang tomboi dan tidak takut mengerjakan hal- hal yang dilakukan kaum laki-laki seperti mencari ikan di sungai, membuat kandang dan beternak ayam serta pekerjaan laki-laki lainnya. Walaupun hidup susah, beruntung dia punya ibu yang sangat peduli pendidikan anak-anaknya. Mereka sekeluarga selesai sekolahnya, bahkan abangnya yang tertua mendapat beasiswa dari pemerintah hingga ke jenjang S2. Sebagai perempuan, Rida juga harus menamatkan sekolahnya. Kehidupan yang saat itu sedang sulit, membuat dia harus berpindah-pindah sekolah menumpang di rumah sanak saudaranya untuk menyelesaikan bangku SMA. Hingga ia terdampar di Kota Minyak, Duri. Menumpang di rumah pamannya yang seorang kepala sekolah dan berhasil menamatkan pendidikannya.

Setamat SMA, sempat dia mencoba melamar menjadi polisi. Dengan modal nekat dan kegigihan ia mencoba mengurus surat-surat persyaratan lamaran sendiri. Dengan uang seadanya, ia mendatangi Kota Pekanbaru untuk mengikuti tes. Namun nasib berkata lain. Karena sesuatu penyebab, dia tidak diterima masuk ke Korps Bhayangkara itu.
Tak berpatah arah, Rida kembali ke Kota Duri. Di rumah paman tersebut usai tamat sekolah ia membantu-bantu pekerjaan di rumah hampir selama 9 tahun. Apa yang bisa kerjakan, dilakukannya hingga kemudian ia berumah tangga.

Tapi ia tidak bisa diam begitu saja dan berusaha bangkit memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rida mencoba melamar kerja dan kerja pertamanya di bagian administrasi sebuah kursus bahasa Inggris. Berkat keingintahuan terhadap hal baru, di tempat kerja inilah Rida mahir berbahasa Inggris dengan belajar secara otodidak saat bekerja. Lalu ia beralih kerja sebuah gudang kayu yang juga memiliki sawmill atau penggergajian kayu bernama PT Jeki Karya. Disini ia banyak mendapat ilmu tentang berbagai jenis kayu, kubikasi serta kegunaannya. Kemudian ia beralih lagi ke sebuah perusahaan kontraktor PT Selembayung Dinasti Adipa. Disini ia kembali mendapat ilmu tentang proyek, tender dan segala seluk beluk bisnis tersebut.

‘’Saat itu saya hamil dan melahirkan anak pertama. Baru satu setengah bulan istirahat, saya disuruh masuk dan bekerja oleh bos. Sebagai perempuan dan seorang ibu, hati saya berontak dan mencoba memprotes kebijakan pimpinan itu. Saya merasa jasa selama 4 tahun bekerja disana sia-sia dengan tindakan tersebut. Akhirnya saya memutuskan berhenti bekerja,’’ tegasnya.

Keputusan Rida memang emosional, namun ternyata keputusan inilah yang membuat bakal menjadi seorang entrepreneur sejati dan bersaing dengan para lelaki lain di bidang konstruksi proyek-proyek PT Chevron. Dengan modal nekad, ia mencoba membuat usaha sendiri dengan mengesub barang-barang kebutuhan pokok. Walaupun tidak punya modal, Rida mencoba cara dengan bekerjasama dengan toko mengambil barang terlebih dahulu lalu kemudian dibayar belakangan. Beruntung ada toko yang mau. Dan usaha ini lancar sehingga ia mendapat keuntungan. Bahkan ia sempat membuat Usaha Dagang (UD) dengan nama Ridar. Mulai dari sembako hingga pengadaan sarung untuk Masjid Istiqlal di kompleks Chevron menjadi gaweannya selama lebih kurang empat tahun.

Di tahun 2001, ia mendapat undangan dari Chevron untuk mengikuti program Local Businees Development. Kala itu, usai reformasi, Caltex nama perusahaan sebelum diganti jadi Chevron ingin menggandeng pengusaha-pengusaha lokal yang ada untuk dididik menjadi pengusaha tangguh dan diberikan proyek. Kala itu dua bidang yang ditawarkan ke pengusaha lokal yakni bidang penghijauan dan konstruksi. Rida pun mengikuti workshop yang ditaja Caltex bersama ratusan pengusaha lainnya di Kota Duri. Mereka pun diberi sertifikat dan disuruh membuat Commanditaire Vennootsschap/Persekutuan Komanditer (CV).

‘’Dengan modal Rp5 juta, saya pun membuat CV bernama Sukuri Indah dengan pekerja berjumlah 8 orang. Kami mengambil bidang konstruksi karena sebelumnya saya sudah banyak mendapat ilmu dari pengalaman kerja terdahulu. Saya pun kala itu nekat ikut tender proyek dan berhasil mendapatkan paket perehaban unit rumah Chevron di Kompleks Talang, Duri,’’ tuturnya.

Lalu darimana modalnya? Chevron kala itu membuka pintu kepada pengusaha daerah agar bersentuhan dengan bank untuk modal awal. Namun diakui Rida tidak semudah itu karena bank mempunyai syarat dan ketentuan tertentu, berproses dan memakan waktu. Untuk mempersingkat waktu, Rida meminjam pun uang ke seorang pemodal walaupun dengan bunga tinggi. Tapi ia berprinsip ini hanya sementara dan ketika proyek selesai, utang itu pun lunas. Bahkan dirinya bisa menabung dan mendepositokan uangnya ke bank sehingga kemudian bank percaya dan mengucurkan uang segar untuk proyek-proyeknya.

Walaupun seorang perempuan, Rida tidak takut dan kalah saing dengan pengusaha lain yang rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Ia terus mengupdate pengetahuannya dalam segala bidang terutama tentang peraturan-peraturan pemerintah baik tentang proyek, tenaga kerja, pajak dan lainnya. Sehingga ia selalu selangkah di depan pengusaha lainnya menyangkut hal-hal tersebut. Sehingga ia selalu didorong dan menjadi juru bicara kepada pihak Chveron menyangkut masalah peraturan dan kontrak. Ia bahkan sempat protes angka proyek yang diberikan Chevron akibat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengetahuannya tentang konstruksi yang mendetil membuat Chevron menyetujui dan merevisi angka yang telah disampaikan.

“Saya dianggap juru bicara, padahal saya ini perempuan. Namun saya berprinsip selagi saya benar kenapa mesti takut. Sejak kecil saya memang suka tantangan dan tak pernah takut untuk mencoba hal-hal baru,’’ jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, sudah banyak pekerjaan yang dipercayakan Chevron mereka selesaikan dengan baik. Proyek-proyek konstruksi CD Chevron menjadi langganan Rida seperti menangani sekolah, pembuatan WC, perbaikan musala, pengecoran bahu jalan dan lain sebagainya. Dimana proyek tersebut dengan kontrak mulai dari Rp40 juta sampai Rp200 juta. Hal ini kerap dilakukan sejak tahun 2001 hingga 2005.

Rida nampaknya tak berpuas diri, dia mulai kembali mengembangkan diri mengerjakan proyek lain. Ia lalu mendirikan PT bernama Sukuri Indah Sehati. Ia pun ikut tender di pusat untuk proyek senilai Rp10 miliar di bidang maintenance. Proyek ini berhasil diperolehnya dan dilakukan selama 4 tahun. Dari tahun 2010 hingga 2014 dengan 60 karyawan. Disinilah ia belajar secara serius mengelola sebuah perusahaan yang agak besar. Proyek yang dikerjakannya itu, membuat dia menjadi orang yang banyak dicari tetangga untuk minta tolong agar bisa diterima bekerja.

“Saya tidak perlu susah-susah dalam mencari orang untuk bekerja. Sebelum ada kontrak pekerjaan yang akan dilakukan, sudah banyak tetangga yang mendaftar untuk ikut bekerja ke rumah. Saya selalu menomorsatukan orang sekitar lingkungan untuk bekerja. Sehingga bisa membantu ekonomi warga yang ada sekitar lingkungan saya,’’ jelasnya.   

Namun Rida mengiringi semua hal tersebut dengan kerja yang profesional. Ia sendiri turun mengawasi pekerjaan tersebut di lapangan. Ia tidak ingin kepercayaan yang diberikan user disia-siakan. “Dulu sempat dalam keadan hamil, dengan mengendarai sendiri sepedamotor saya kerap mendatangi kantor Chevron untuk mengurus proyek yang dipercayakan kepada kami. Mungkin orang-orang Chevron kasihan juga melihat saya sehingga semua urusan bisa lancar,’’ katanya dengan tersenyum.

Menyinggung masalah keluarga, Rida yang mempunyai 4 orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki, berjalan sebagaimana biasanya keluarga lainnya. Ia bersama suami sudah bersepakat bahwa keluarga harus menjadi perhatian utama. Mereka pun secara bergantian mengawasi anak-anak. Kalau Rida bekerja di luar, maka suami yang di rumah. Begitu juga saat suami bekerja diluar, Rida akan di rumah memantau anak-anaknya. Usaha mereka mendidik anak pun membuahkan hasil dengan berhasilnya anak perempuannya menamatkan kuliah di Kimia FKIP Unri dan kini sedang bersiap untuk melanjutkan S2 karena diterima di Universitas Teknologi Malaysia (UTM) Johor.

Dikatakan Rida, semua itu adalah berkat kesusahan hidup yang dialaminya. Ia teringat dulu tinggal mengontrak di sebuah rumah petak dan tak jarang hingga empat bulan kontrakan belum terbayar dan pemilik sudah mendesak pembayaran. Padahal di rumah itu, banyak sanak saudara yang iktu menumpang tinggal. Dia juga membiayai sekolah sanak famili yang tinggal bersamanya. Namun semua ini dianggapnya sebagai kenangan yang indah. ‘’Saya merasa yang saya capai saat ini adalah sebuah mukjizat dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Semua mengalir seperti air. Saya hanya bisa mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Sehingga perusahaan pun saya buat nama “Sukur”,’’ ungkapnya.

Lalu bagaimana komentar pekerja yang notabene tetangganya? Saat Riau Pos mendatangi warehouse dan kantor perusahaan milik Rida yang tidak begitu jauh dari rumahnya, terlihat para pekerja sedang beristirahat siang itu. Mereka duduk dan asyik menikmati kopi dan makanan ringan diantara kendaraan yang parkir berjejeran. Beberapa alat mesin seperti gerinda dan perlengkapan lain, tergeletak di lantai. Sepertinya para pekerja sedang melakukan perbaikan dan kini berehat sejenak di bengkel tersebut.  Jhoni (39), salah seorang pekerja yang duduk santai, mengatakan bahwa mereka sedang istirahat. Ada beberapa perbaikan yang sedang mereka lakukan siang itu. Ia mengaku sudah dua tahun bekerja di sana dan merasa enjoy saja dengan kerja yang sehari-hari dilakukannya. ‘’Iya selama bekerja disini, saya menikmati bang. Tidak ada masalah dan semuanya berjalan lancar,’’ tuturnya.

Namun ia berharap, pekerjaan mereka tersebut terus berlanjut dengan proyek-proyek yang diberikan Chevron. Karena kondisi Kota Duri saat ini sedang sulit dan banyak pengangguran. Jika tidak ada proyek maka mereka tentu akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dapur keluarga. ‘’Kami juga mendengar info bahwa Chevron akan berakhir dua tahun lagi. Kami berharap pengganti Chevron nanti bisa melanjutkan program LBD ini, sehingga kami warga tempatan bisa juga hidup. Sekarang banyak yang menganggur bang. Cari kerja susah,’’ jelasnya.***





Tidak ada komentar: