Saat ini, kalau bicara tentang cinta tanah air, banyak yang akan tertawa. Jika dipooling seluruh warga Indonesia kini, saya rasa mungkin rasa cinta tanah air tak akan sampai 50 persen. Semua orang
MOHON maaf jika ada yang tersingung. Jangan terlampau dimasukkan ke dalam hati, ini hanya pandangan subjektif saya dari pengalaman sehari-hari dan melihat gejala bangsa ini dari liputan media
Memang banyak yang mengatakan semua kekesalan yang ditumpahkan kepada negara, agar negeri ini bisa berubah. Bisa menjadi negeri yang aman, sejahtera dengan penduduk yang hidup tentram. Tapi yang tak habis pikir, kenapa harus setiap hari negeri ini dikritik terus. Apa penyelenggara negara ini sudah pekak. Atau masyarakat yang jadi tuli? Tak usah kita perdebatkan secara serius.
Tapi, saya disini akan berbagi pengalaman unutk orang-orang yang benci dan kurang sayang kepada Negara Kesatuan Republik
Saya pernah beberapa kali pergi ke luar negeri. Tak jauh-jauh, hanya negara terdekat di kawasan ASEAN, seperti
Di Singapura, saya malah dilanda ketakutan saja. Saat akan memasuki check point pintu imigrasi Singapura, ketika itu saya datang melalui Johor melewati jalan di selat yang memisahkan semenanjung Melaya dengan Pulau Singapura. Kami sudah beberapa kali diingatkan sang guide. ‘’Bapak-bapak kami ingatkan agar tidak membawa rokok yang masih belum dibuka bungkusnya. Apalagi kalau membawanya satu sloff. Jangan bertingkah laku aneh, dts…dst…..,’’ cecarnya.
Denda uang jutaan rupiah, kalau nilainya dikurskan atau penjara akan menanti jika tak mematuhi aturan yang ada. Padahal sebagai warga negara asing di Singapura, saya memang tidak tahu banyak aturan yang berlaku. Ingin menikmati liburan, malah kesannya jadi terbebani. Apalagi untuk yang perokok, betul-betul diwanti-wanti agar jangan merokok sembarangan.
Soal belanja atau makanannya, saya rasa lebih hebatlah kita belanja di
Suatu waktu, saya ke
Makanya saya mencari hotel yang didekatnya ada rumah makan
Pernah dulu saya dengan rombongan dijamu oleh, kalau di Indonesai mungkin setingkat gubernur, di Melaka. Kami pergi ke rumah dinasnya yang berada di atas bukit dengan pemandangan yang indah. Tapi saya sangat tidak suka dengan makanan yang disajikan. Saya ini agak sukar kalau menyangkut menu makanan. Hingga kini, terus terang saya tak bisa makanan jenis ayam, ikan laut dan air tawar. Jadi agak tersiksa juga jika disediakan makan jenis itu.
Termasuk saat ke
Soal makanan, selama tur, saya lebih banyak makan omelet. Dalam bahasa kitanya dinamakan “telur dadar”.. Menurut kawan-kawan lain makanannya enak-enak, ada Tomyam, aneka makanan laut, dan jenis lainnya. Tapi bagi saya telur dadar tetap favorit. Selain halal, memang itu yang cocok di lidah saya. Lama-lama saya agak sedikit tersiksa juga dengan suasana yang ada. Saya pikir, bagaimana ya dengan orang yang tinggal menetap.
Rupanya hal yang sama dialami juga oleh teman saya yang lama menetap di luar negeri. Shock kebudayaan, menurut teman saya itu juga dialaminya. Sesuatu hal yang baru dan berada diluar kebiasaan sehari-hari, memang agak sulit untuk beradaptasi. Ia bahkan mengaku pernah meneteskan air mata saat mendengar lagu “Indonesia Tanah Air Beta” saat berada jauh dari Indonesia.
“Memang negeri orang jauh lebih tertib, teratur, moderen dan maju dari negeri kita. Tapi percayalah kau, tanah air
Malah ia juga berani menantang, orang yang tak cinta tanah air, menetaplah di luar negeri. ‘’Kalau tak ingin di Amerika bisa
Saya juga tak bisa membayangkan, bagaimana dengan para pelarian politik dan tak bisa pulang ke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar