Selasa, 28 Juni 2016

Kota Sampah




Sebuah Nama

“What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet”. Yah, William Shakespeare seorang budayawan dan sastrawan Inggris pernah mengucapkan kata-kata tersebut,” Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi”. Tapi betulkah begitu?

Shakespeare dalam hal ini tidak salah. Dengan berbaik sangka kita menduga, mungkin dia tidak sedang mempersoalkan arti sebuah nama. Ia agaknya sedang mengajak pembacanya merenungkan esensi, keaslian, atau hakikat sebuah materi, apapun namanya. Namun jika esensinya ditarik kepada arti sebuah nama, ini akan jadi hal yang penting dan perlu.

Coba kita bayangkan jika tidak ada nama di dunia ini. Kita semua pun akan jadi bisu. Bagaimana kita akan menunjuk, meminta atau menyebutkan suatu benda? Dunia bisa kacau men.. hehehe. Nama adalah penunjuk. Nama adalah benda. Nama adalah branded. Nama adalah doa.

Dulu, saat akan mendapatkan anak pertama setelah penantian selama lima tahun, saya bingung dalam memberi nama. Buku-buku nama anak islami saya beli, searching di internet hingga meminta masukan dari dokter, ustad, orang tua, teman dan handai taulan saya lakukan. Namun, akhirnya saya pun menyerah dan mempersilahkan istri untuk memberikan nama yang cocok untuk anak pertama kami. Walau saya sering tidak mengakui saya menyerah, karena sebelumnya ada perjanjian di antara kami, jika anaknya laki-laki maka sang istri yang memberikan nama dan jika perempuan, adalah wewenang saya. Tapi, dibalik semua itu, saya memang akui saya tidak bisa mencarikan nama yang bagus.

Nama itu adalah unik, branded, mengandung sebuah arti, spesifikasi, pembeda dan akan jadi panggilan yang akan selalu dikenang. Ketika sebuah nama dicetuskan, ia akan terus tertanam dan tidak akan hilang dalam benak. Ia akan selalu hidup dalam hati orang-orang yang mencintainya. Dia akan menjadi sesuatu yang bermakna dan memberi harapan. 

Begitu jugalah halnya dengan nama yang melekat pada sebuah kota atau yang sering disebut julukan. Saat disebutkan nama Parijs van Java, secara otomatis otak kebanyakan orang akan memberikan identifikasi Kota Bandung. Koto Rang Agam, tentulah semua tahu itu adalah Kota Bukittinggi. Serambi Mekah, ya jelaslah Banda Aceh atau Pekanbaru, ya itu Kota Bertuah, Ups….

Pada suatu waktu saya punya teman dekat saat kuliah dulu. Kami tinggal satu kos di kawasan kampus Panam. Walaupun masih tinggal di Pekanbaru, namun sang teman lebih memilih tinggal di kos. Jadi setiap akhir pekan, dia pun pulang ke rumahnya di daerah Rumbai. Dia sering membawa saya menginap di rumahnya setiap akhir pekan tiba. Sebagai anak kos, tentu saya merasa senang. Karena selain bisa menghilangkan suntuk juga dalam hal menghemat biaya hidup di rantau. Yah, itung-itung perbaikan gizi lah. Hehe. 

Si teman saat di rumah, dipanggil berbeda. Nama yang lain dan bukan bagian dari nama yang diberikan orang tua. Saya pun heran saat dia dipanggil dengan nama yang lain. Aneh juga menurut saya, orang tuanya sudah memberikan nama yang bagus, tapi tidak pernah menjadi panggilannya di rumah. Ada apa ya?

Semula dia tidak mau memberi tahu saat saya tanya dan menganggap hal itu tidaklah begitu penting. Namun bagi saya, hal tersebut menimbulkan rasa penasaran. Saya tidak ingat siapa yang menjelaskan hal ini, namun saya berhasil mendapat jawabannya. Ternyata kawan tadi saat kecil sering sakit-sakitan. Orang tuanya pun agaknya sudah lelah membawanya berobat ke sana-kemari. Akhirnya, orang tuanya curhatlah dengan pimpinan di tempat kerjanya. Oleh si pimpinan disarankan agar anaknya itu namanya diganti dan langsung diberikan nama yang bagus bin keren agar si anak bisa sembuh. 

Ajaib, setelah berganti nama, si anak langsung sembuh. Dan hampir tidak pernah sakit lagi. Yah, boleh percaya atau tidak,  begitulah keajaiban sebuah nama. Dia laksana sebuah doa. Dimana pada intinya, doa menurut HR Hakim, bermanfaat mengubah apa ketentuan yang telah turun dan apa yang belum turun. Karena itu, sering-seringlah berdoa, ya teman-teman… hehe

Dan dunia ini memang penuh misteri dan kejutan tak terduga. Siapa yang menyangka, teman kuliah saya tadi yang diganti namanya agar bisa sehat dan kuat, ternyata yang memberi namanya adalah almarhum mertua saya. Bagaimana bisa ya. Itulah rahasia tuhan, mertua saya dulu adalah pimpinan di kantor orang tua sang teman kuliah tadi. Saya pun tahunya hal itu setelah saya menikah dan lama tak berjumpa si teman kuliah tadi.

Apapun itu, untuk masa sekarang ini, Shakespeare mungkin akan terkejut. Dia akan geleng-geleng kepala menyaksikan banyaknya nama yang diplesetkan. Nama yang dipersonifikasikan dengan sesuatu atau dipoles habis-habisan untuk bercitra sesuai dengan kemauan pemilik nama.  Sehingga banyak yang tertipu dan akhirnya menyesal.***

Tidak ada komentar: