Minggu, 02 Agustus 2009

kisah duri (3)

Rakha bermain di jalanan depan rumah Oma



api yang membakar gas liar




wajah kota Duri




Lapangan Pokok Jengkol jadi lokasi Salat Id

Duri Meledak
Keheningan malam yang cerah dengan sinar bulan dan taburan bintang, tiba-tiba berubah mengerikan. Duarrr, suara laksana letusan bom atom membuat seisi kota yang sedang nyenyak terlelap, seakan terlempar dari tempat tidur.

DEGUP jantung saya berdetak keras ketika terjaga dan merasa terlontar dari atas tempat tidur. Pintu kamar yang sebelum tidur saya kunci, tiba-tiba sudah terbuka lebar. Suara laksana petir tunggal itu, membuat keringat deras mengucur di kening. Suara-suara gaduh pun terdengar dari dalam dan luar rumah.

“Bom, mungkin ada bom jatuh,’’ ungkap beberapa orang, ketika saya dan Bapak keluar rumah guna mencari tahu apa yang terjadi.

Di tengah malam buta sekitar pukul 2 dini hari itu, Kota Duri seolah beriak dan bangkit dari tidur panjangnya. Jalanan dipenuhi oleh orang yang lalu-lalang dan kendaraan hilir mudik. Semua bertanya-tanya, ada apa gerangan. Pekikan tangis dan jerit warga pun terdengar. Beberapa rumah, temboknya terlihat runtuh, atap dan kunsen jatuh. Suasana dalam rumah pun berantakan dengan barang-barang yang berjatuhan. Bahkan tetangga ada yang tidak bisa lagi menimba air sumur karena dindingnya telah bergeser.

Beberapa rumah lainnya, terlihat sudah tidak nampak lagi atapnya karena telah terbang entah kemana. Beberapa kobaran api terlihat dari kejauhan. Mungkin sempat terjadi kebakaran, namun tak bisa saya datangi karena suasana sudah heboh. Dari kejauhan, saya melihat angkasa atas di kawasan Pokok Jengkol telah memerah oleh api. Agaknya hutan kecil dan ilalang disana telah terbakar. Semua mata tertuju ke arah Pokok Jengkol karena di sanalah sumber ledakan itu terdengar.

Malam itu, sekitar tahun 1991. Saat itu saya masih duduk di bangku kelas dua SMP. Saya ingat betul kejadian itu, karena kami akan memasuki liburan panjang sekolah dimana akan melakukan studi tur ke Danau Toba, Medan. Semua murid di kelas saya ikut acara itu dengan menaiki satu bus khusus. Beda dengan kelas lain yang bercampur-campur di satu kendaraan.

Malam kejadian itu, bermacam praduga bermunculan terhadap apa yang terjadi. Suara menggelar bak bom atom dan menimbulkan kerusakan parah di hampir merata kota, membuat banyak orang ketakutan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa rudal scud Irak telah sampai ke kota kami. Maklum, ketika itu sedang panas-panas perang Teluk I antara Irak melawan Amerika dan sekutunya. Karena daerah Duri merupakan ladang minyak yang dioperasikan Caltex yang notabene milik perusahaan Amerika, maka bom pun diarahkan ke sini.

Saya yang masih terhitung anak-anak tanggung kala itu, dilarang orang tua untuk pergi jauh-jauh. Kami pun hanya dibolehkan berada di sekitar rumah. Bahkan tak boleh masuk rumah lagi, dan duduk-duduk saja di perkarangan bersama tetangga-tetangga lainnya. Hal ini karena takut ada letusan lagi yang bisa membuat rumah ambruk. Dengan membawa selimut dan bantal, kamipun tidur-tiduran di teras dan pekarangan. Sementara orang dewasa melihat kerusakan-kerusakan yang dialami warga. Beruntung rumah kami yang dari batu tak mengalami kerusakan berarti, Cuma retak-retak di sekitar kunsen dekat pintu. Beda dengan rumah tetangga banyak semi permanen, kerusakannya lebih parah lagi.

Pagi, walaupun terlambat, saya tetap pergi ke sekolah. Karena sekolah saya jauh dari rumah dan harus naik angkot, saya bisa menyaksikan kerusakan yang terjadi di jalanan. Beruntung malam itu, letusan keras terjadi hanya sekali, hingga tidak ada kejadian buruk. Saya malam itu tidak mendengar ada yang tewas. Namun yang luka-luka ada. Hal ini terjadi karena tertimpa kunsen, perabotan rumah tangga dan lainnya.

Sesampainya di sekolah, ternyata hampir semua kawan-kawan terlambat datang. Sepanjang hari itu, kami tidak belajar secara penuh. Semua sibuk bercerita tentang kejadian di malam naas itu. Akhirnya kami pun mendapat keterangan terhadap kejadian malam itu. Gudang Penyimpanan Dinamit Meledak!!

Sebuah gudang yang menyimpan dinamit yang digunakan untuk keperluan eksplorasi pencarian minyak yang berada di kawasan Sembat (danau buatan) dekat Pokok Jengkol telah meledak. Beberapa orang dikabarkan jadi tuli dan terluka akibat peristiwa itu. Kerusakan terparah terjadi di rumah warga yang berada di persimpangan Jalan Sudirman dengan Jalan Hang Tuah tersebut. Gudang yang berada di bawah tanah itu, belum diketahui apa penyebabbnya hingga meledak.

Hingga kini pun saya masih kabur dengan peristiwa yang terjadi tersebut. Maklum kala itu belum ada surat kabar yang memberitakan kota kami. Televisi pun hanya ada siaran TV Malaysia dan TVRI yang kadang kabur. Hingga berita yang sampai hanya dari mulut ke mulut dan bahkan sering dramatis. Namun setelah itu, kawasan Sembat, yang dulu menjadi tempat kami berenang (kalau ketahuan orang tua, akan kena hukum habis-habisan) dijaga ketat dan dilarang masuk.

Namun yang pasti, saya merasakan bagaimana dahsyatnya sebuah letusan buatan manusia. Hanya gudang dinamit yang meledak, bagaimana kalau yang meledak itu bom, mortir dan peluru kendali sebagaimana dirasakan penduduk Irak dan Afghanistan saban hari. Saya tak bisa membayangkan jika hidup di daerah perang.

Bersyukurlah kita.***