Selasa, 10 Maret 2009

Kunjungan Wisata ke Negeri Seribu Pagoda (habis)

Patung kuda di Jatuchak market

Duet dengan penduduk lokal

Suasana dinner di tepi pantai nan romantis

Suan Lum Night Bazaar dipenuhi turis

Berebut foto dengan waria

Depan teater Alzacar Show

Surga Belanja yang Banyak Kabaret Kolosal

Jarum jam di tangan menunjukkan pukul 01.00 dini hari waktu Thailand. Tak ada perbedaan waktu dengan Indonesia. Kawasan Patpong di tengah Kota Bangkok yang dipenuhi ribuan kios dan penuh sesak dengan wisatawan mendadak sunyi. Para pedagang sibuk bekerja membongkar kios-kios mereka yang dibuat dari besi bongkar pasang. Pukul 02.00, otomatis jalanan bersih dari pedagang, tinggal satu-dua bar yang masih buka di kawasan hiburan ini.

SIAPAPUN yang ke Bangkok pasti akan mencari Patpong. Kawasan yang merupakan nama jalan ini memang terkenal dengan bermacam hiburan malamnya. Disamping itu, juga jadi idola para ibu-ibu, khususnya dari Indonesia yang terkenal “gila” belanja itu.

Saya yang menginap di The Montien Hotel, berseberangan dengan lokasi ini sengaja duduk hingga dinihari melihat kondisi kawasan tersebut. Saat matahari terbenam, kawasan disini akan penuh sesak. Bermacam barang dan souvenir dijajakan, dan pembelinya hampir seluruhnya adalah wisatawan. Wajah-wajah bule, Cina dan Indonesia, nampaknya tak asing ditemui di tempat ini.

Menghabiskan malam disini juga menyenangkan. Berbagai macam lokasi tempat minum mulai dari berat hingga ringan tersedia. Namun tak afdol rasanya jika tak berkeliling dulu melihat-lihat barang-barang yang dijajakan.

Thailand menjadi daerah belanja barang-barang murah yang banyak disajikan dalam bentuk pasar rakyat. Hari pertama menginjakkan kaki ke Kota Bangkok, usai makan malam, langsung diajak guide berkeliling Suan Lum Night Bazaar. Pasar rakyat yang hanya buka malam ini, dipenuhi kendaraan-kendaraan yang membawa para wisatawan. Tercatat sekitar 3000 kios menjual bermacam barang, terutama souvenir khas Thailand disini.

Ini baru yang sedang, mau tahu pasar yang terbesar? Jatuchak lah namanya. Dengan moto shopping everyday, select whatever you want, di pasar yang diklaim terbesar di Asia ini, semua barang dijual. Mulai dari yang nampak hingga yang tak tampak. Apa itu barang yang tak tampak, mungkin anda akan berpikir-pikir. Barang yang tak tampak itu ternyata jimat. Segalanya dijual disini hingga ada binatang peliharaan segala. Tercatat sebanyak 10 ribu kios memenuhi kawasan ini. Jika dikelilingi maka kaki akan bengkak. Dan hati-hati, kita akan tersesat dan akan lupa jalan masuk jika asyik dengan suasana.

Saya yang mencoba menjelajahi pasar ini hingga ke dalam, tak bisa lagi menemukan jalan keluar tempat bus di parkir. Tak mempan dengan menelpon koordinator rombongan, akhirnya terselamatkan dengan menyewa tuk-tuk dengan harga 40 baht guna mencari lokasi bus yang parkir di depan JJ Mall. Menurut beberapa agen travel yang iktu dalam acara tersebut, mereka sangat berhati-hati jika membawa rombongan ke daerah tersebut, karena akan “keringat darah” mencari jika ada anggota tersesat. Ditambah lagi, jika peserta tak ngerti Bahasa Inggris, alamat akan susah ketemu karena bahasa yang agak dipahami disini setelah bahasa Thai adalah bahasa Inggris.

Kalau membawa uang pun nampak harus banyak jika ingin berbelanja. ‘’Tak bisa sekarung, mungkin sekontainer,’’ canda para wartawan yang ikut rombongan mengingat banyaknya barang menarik dengan harga murah yang ditawarkan.

Masih tak puas dengan pasar tersebut, bisa mengunjungi factory outlet dan bermacam mall. Namun mall agak menarik adalah di Siam Paragon. Di mall ini di lantai dasar terdapat Siam Ocean World, yang katanya akuarium terbesar di Asia. Mirip-mirip Sea World di Ancol, Jakarta. Atau di Royal Garden Plaza Pattaya, yang di lantai atasnya terletak museum Ripleys, believe or not. Semua barang aneh dan langka dipamerkan disini.

Satu hal lagi, selain memiliki bermacam bangunan eksotis, setiap wisatawan di Thailand, selalu disuguhi bermacam pertunjukan kabaret kolosal yang spektakuler.

Di hari kedua kunjungan ke Thailand, sorenya rombongan dibawa melihat pertunjukan spektakuler bernama Siam Niramit. Di kompleks seluas 10 hektare ini terdiri atas kompleks yang dibuat mirip perkampungan warga Siam (Thailand) lengkap dengan contoh orangnya. Kemudian sebuah gedung teater besar berkapasitas 2.000 tempat duduk. Dimana ditampilkan sebuah kabaret spektakuler dan terbesar yang masuk dalam daftar Guiness World tentang kehidupan warga Siam. Para pengunjung yang masuk pun membeli tiket dengan harga akan sama dengan kualitas yang ditontonnya, sebanyak 1.500 baht atau 40 dolar AS per orang atau sekitar Rp600 ribu.

Saya yang mendapat kursi VIP di dalam gedung itu, sempat terkagum-kagum dengan pertunjukkan kolosal yang ditampilkan. Set panggung yang sangat besar, dalam sekejab bisa berubah-ubah latar. Dari latar pagoda, Bperbukitan, kapal besar, perkampungan, istana hingga kondisi waktu hujan petir dimana di dalam ruangan turun hujan lebat serta ada sungai kecil yang dilewati kapal kayu. Sangat spektakuler dan menakjubkan. Pemain dengan kostum-kostum yang wah dan membawa rombongan gajah sekaligus ke atas pentas, menimbulkan decak kagum ribuan penonton. Semua penonton tidak dibolehkan mengambil gambar saat pertunjukkan karena sebelum masuk, semua kamera, handycam dan telepon seluler, wajib dititipkan.

Di lokasi lain, seperti di Noong Nooch, sebuah area taman bunga dan pertunjukkan gajah, juga ditampilkan kabaret zaman kerajaan. Dimana diatas panggung dibuat ring untuk Thai Boxing dengan duel seru sebagai bagian dari pertunjukkan.

Lalu yang jadi jualan menarik lainnya untuk para turis adalah pertunjukan kabaret di Alcazar dan Tifanny Show. Anda mungkin akan terheran-heran dengan pemainnya yang cantik-cantik dan putih mulus. Namun hati-hati, semuanya adalah para waria yang katanya telah berganti kelamin serta memiliki payudara yang mirip perempuan normal. Seorang rekan cewek dari Manado yang duduk disebelah saya saat menonton pertunjukan tak percaya bahwa yang dilihatnya adalah waria. ‘’Wah, cantiknya. Mustahil kalau itu waria,’’ ungkapnya.

Orang-orang akhirnya bisa percaya bahwa yang muncul dalam pementasan adalah betul-betul waria setelah usai pertunjukkan saat penonton bisa berfoto dengan mereka. Setiap kali foto dipungut biaya 40 baht. ‘’Quickly, i have no more time ,’’ ungkap gadis cantik itu dengan suara berat saat seorang wartawan agak lama mengambil foto rekannya yang berpose dengan waria tersebut. Dilihat secara dekat pun, terlihat di bawah bibir sang gadis cantik ini pun masih nampak kumis tipis.

Begitulah Thailand, walaupun memiliki banyak tempat menarik, namun mereka berusaha terus menciptakan tujuan wisata baru yang banyak menarik minat wisatawan untuk melihatnya. Walaupun hanya dengan pertunjukan kabaret dengan pemeran para waria.***

Kunjungan Wisata ke Negeri Seribu Pagoda (1)

Siap-siap melaju

Berleha-leha di kursi jemur

Pantai Coral Islands yang putih

Diramaikan turis dan kedai souvenir

Wisata Alam Pattaya yang Menggoda

“Run, run…,” sang pemandu pun berteriak saat speedboat kecil mulai melaju. Kaki pun bergerak cepat melangkah si atas dek kapal yang sauh di tengah laut depan Kota Pattaya. Parasut pun langsung mengembang dan mengangkat tubuh melayang ke angkasa. Perlahan-lahan keindahan pantai Pataya pun terkembang di depan mata.

LAJU speedboat kian cepat hingga membuat tubuh seakan menjadi sebuah layang-layang. Tali yang mengikat di tubuh dan parasut, lalu ditarik kapal cepat, membuat sensasi lain. Teriakan para wisatawan pun terdengar di depan dan belakang. Belasan tubuh lainnya juga melayang dan menikmati keindahan alam laut salah satu kota tujuan wisata di Thailand ini.

Parasailing, demikian nama ajang permainan tersebut. Semua orang boleh ikut. Cukup merogoh kantong 350 Baht (satu bath sekitar Rp400, red) lalu menyebutkan nomor kamar hotel, kita akan mendapatkan tiket dan cap di tangan kiri. Lalu baju pelampung pun diikat dan tubuh diangkat melayang-layang di udara selama 10 menit. Nun jauh dari udara terlihat plang nama raksasa Kota Pattaya di punggung bukit tepi pantai.

Pada kunjungan hari keempat di Thailand pada pekan pertama bulan Maret, Riau Pos bersama rombongan media dan agen travel dari seluruh Indonesia mengunjungi kota wisata kedua yang banyak dikunjungi setelah Kota Bangkok. Dalam acara Fam Trip yang ditaja Tourism Authority of Thailand bersama dengan Air Asia, rombongan disuguhkan bermacam lokasi wisata dan bermacam pertunjukan spektakuler dari 27 Februari hingga 4 Maret. Dari pagi hingga malam hari, pihak penyelenggara berusaha menampilkan wajah wisata di negara yang tak pernah dijajah ini.

Pada kunjungan ke Pattaya, para peserta diberi kesempatan menikmati wisata laut. Usai makan pagi di Hotel Pattaya Center, rombongan diarak berjalan kaki menuju pantai. Lokasi hotel memang terletak di pinggir pantai, sehingga dengan berjalan kaki sudah sampai ke pinggir laut,. Sebuah speedboat putih, telah menunggu dan rombongan satu persatu pun naik. Handuk mandi diberikan sebagai bekal untuk membersihkan diri.

Laju speedboat yang membelah air terhenti ketika berada di tengah laut. Sebuah kapal yang agak besar dengan dek depan terbuka, terlihat sauh di sana dan dipenuhi orang. Satu persatu anggota rombongan pun menaiki kapal ini dan disambut dengan dengan teriakan histeris para wisatawan yang mencoba parasailing. Memang tak banyak peserta yang mencoba parasailing ini, mungkin sebagian agak takut dengan ketinggian. Namun Riau Pos yang mencobanya, merasakan kenikmatan tersendiri saat melihat keindahan alam kota wisata ini dari udara.

Selesai mencoba parasailing, rombongan lalu bertolak menuju Coral Island. Sebuah pulau dengan pantai putihnya yang indah. Laut yang kebiruan, seakan tak mampu menyimpan pasir putih di dalamnya. Ratusan tenda payung dan kursi untuk berjemur telah menyemut di pinggiran pantai. Dengan berjalan di air laut setinggi lutut, kaki pun menjejakkan pasir putih saat speedboad menurunkan kami. Ratusan wisatawan yang berenang, menggoda diri untuk segera melepaskan baju dan terjun ke dalam birunya air.

Tapi ternyata arena jet ski, nampaknya lebih menggoda untuk dicoba. Dengan mengeluarkan uang sebanyal 500 baht, kemudi pun beralih ke tangan. Menjelang mencapai laut lepas, pemandu yang memegang stir. Tapi ketika sudah keluar dari keramaian, maka kita bisa berpacu menekan gas dalam-dalam. Rasanya seperti ajang balap motor, namun dengan media air. Jet ski akan melompat ke angkasa, jika bertemu dengan gumpalan ombak kecil dan tubuh akan melayang di atas air. Bukannya kita yang jadi takut, tapi sang pemandu yang duduk dibangku depan yang memegang erat tubuh kita, mungkin takut terlepas ke laut. Waktu sepuluh menit pun seakan berlalu cepat saat jet ski kembali diarahkan ke tepi pantai. Untuk kaum hawa, nampaknya banana boat jadi pilihan yang banyak dituju. Namun bersiap-siap basah, sang penarik banana boat, akan berusaha membuat para penumpang kapal berbentuk pisang ini agar jatuh air. Tak usah cemas, penumpang dilengkapi pelampung dan akan mengambang setelah terbalik bersama sang banana.

Berenang di birunya air pun jadi pilihan selanjutnya. Manusia dari berbagai ras campur baur di dalam air. Namun wajah yang banyak terlihat adalah dari negara pecahan Uni Soviet, Eropa dan Cina. 

Menurut Tourism Authority of Thailand Indonesia Rep Office, Indra Nugraha, sebelumnya kawasan Coral Island penuh sesak. Kebanyakan dari bule Aussie. Namun mungkin karena resesi global, jumlah bule agak sedikit menurun. ‘’Pantai Coral Island ini memang jadi tujuan wisatawan yang menghabiskan waktu ke Pataya. Beda dengan pantai Pataya, pantai disini lebih alami dan indah,’’ ungkapnya saat menemani Riau Pos berjemur di pinggir pantai.

Menu ala seafood seperti kepiting, udang, ikan, kerang, tak lupa tomyam, jadi santapan siang wajib di pulau ini. Ratusan penjaja souvenir di depan lokasi tempat makan, rupanya lebih menarik banyak minat turis berpakaian minim untuk belanja. 

Lalu kemana lagi lokasi wisata di Pataya ini? Noong Nooch Tropical Garden jadi jawaban selanjutnya.. Dikunjungi lebih dari 2 ribu wisatawan setiap harinya, kawasan seluas 600 Ha ini, membuat rasa penasaran terhadap apa yang ditawarkannya. Ternyata Noong Nooch merupakan sebuah daerah resort taman bunga terutama bermacam palem, pertunjukan atraksi gajah serta kabaret kolosal Thai yang membawa gajah sebagai aktor ke atas panggung.

Pertunjukan akan dilanjutkan dengan menonton atraksi gajah. Gajah-gajah setinggi pohon ini ditonton ribuan pengunjung di sebuah area mirip stadion mini sepakbola. Berbagai macam atraksi mulai dari gajah naik sepeda, melukis, main sepakbola, basket, bowling, melempar pisau, menari hingga melangkahi penonton pun disajikan. Lalu usai atraksi dengan menaiki bus khusus tanpa jendela, pengunjung dibawa berkeliling taman bunga yang ditata indah di area resort tersebut.

‘’Noong Nooch menjadi tempat wajib yang selalu dikunjungi wisatawan Indonesia yang ikut paket tur,’’ ujar Freddy Wuisan dari travel Agent Asia Holiday yang menangani perjalanan tur rombongan.

Belum juga puas, rombongan dibawa melihat Pataya Floating Market. Di lokasi ini dibuat miniatur pasar terapung masyarakat Thai dengan bangunan rumah dimana air dibawahnya. Duplikat tempat ini sangat mirip dengan aslinya dimana pengunjung bisa berbelanja di pedagang di atas perahunya dengan rumah-rumah yang menjajakan berbagai macam souvenir.  

Memasuki senja hari, makan akan malam pun lalu dilakukan di rumah makan seafood di atas laut, tepi pantai Pataya, dengan pemandangan yang eksotis. Memang, tak puas jika hanya menghabiskan waktu tiga hari di Pataya. Ada sebanyak 72 lokasi yang wajib dikunjungi di daerah ini . Rombongan dalam satu hanya bisa mengunjungi kurang lebih lima lokasi. Apalagi jika dalam sebuah kunjungan lokasi wisata, ada anggota yang terlambat menepati waktu yang telah ditentukan. Agenda lain akan molor karena waktu akan habis sia-sia karena lama menunggu.***



Senin, 09 Maret 2009

Thailand Lage

Takut...

Mendarat dengan sempurna

International Airport Svarnabhumi Thailand

Berangkat Subuh buat mata mengantuk

Ketakutan Jelang ke Negeri Gajah Putih

SEMULA saya sempat khawatir berangkak ke Bangkok guna melakukan peliputan pariwisata Thailand atas undangan Tourism Authority Thailand, pada pekan terakhir bulan Februari ini. Berita-berita menyangkut kondisi negara Gajah Putih ini agak menakutkan pada saat-saat terakhir saya akan berangkat. Ditambah lagi dengan berita demonstran yang menduduki gedung perdana menteri guna melengserkan sang perdana menteri. 


Yang saya takutkan adalah, kejadian beberapa waktu lalu, bisa saja berulang kembali. Dimana para demonstran menduduki bandara udara Svarnabhumi, bandara internasional Thailand yang cukup besar dan megah itu. Mungkin saya tak bisa pulang ke tanah air dan akan terkatung-katung. Ditambah lagi, saya baru pertama kali berkunjung ke Thailand dan berangkat sendiri lagi, tanpa ditemani. 


Karena kode booking tiket sudah di tangan, (pesawat yang saya naiki nampaknya tak perlu tiket, cukup kode booking saja) dan jadwal sudah tersusun, saya pun akhirnya berangkat. Dalam benak saya, jika terjadi kekacauan, maka saya akan langsung ke KBRI di Bangkok, sekaligus melakukan peliputan kondisi terakhir untuk suplai berita desk internasional yang saya gawangi. Saya pun menyiapkan segala sesuatu guna tugas peliputan, mulai dari kamera, alat perekam, kartu pers dan HP comunicator pun saya buka roaming internasionalnya jika sewaktu-waktu perlu cepat bikin berita, bisa saya kirim melalui HP saja. 


Perjalanan dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, berjalan lancar hingga transit di LCCT Kuala Lumpur. Di bandara yang khusus untuk penumpang pesawat Air Asia ini, saya melihat antrean menuju pesawat ke Bangkok sangat panjang. Di pesawat pun tak ada bangku yang kosong. Saya pun mulai bertanya-tanya, apa mereka yang ke Bangkok tidak tahu kondisi terakhir di sana? Karena saya lihat wajah-wajah bule dan Cina yang banyak, dan nampak betul mereka ingin berwisata di negeri pagoda itu.


Saat sampai di bandara Svarnabhumi, keramaian makin menjadi-jadi. Semua orang hilir mudik sambil menyeret tas jinjing. Kekhawatiran saya pun akhirnya sirna ketika melihat kondisi kota dari dalam mobil yang membawa saya ke hotel. Hampir tak ada nampak adanya aksi demonstrasi di jalan-jalan yang saya lewati. Semuanya berjalan lancar dengan kondisi jalan dari bandara menuju Bangkok
yang padat merayap. 
Kawasan Patpong, depan Hotel Montiens tempat saya menginap, ramai sekali. Wisatawan dari berbagai ras hilir mudik menikmati hiburan malam dan berbelanja barang-barang ratusan kios yang bertebaran. Saya tak melihat ketakutan yang saya rasakan saat mengedit berita internasional yang saya ambil dari situs-situs luar saat bekerja di kantor. Semua berjalan aman dan lancar. Mungkin saja di tempat lain terjadi aksi demonstrasi menurunkan sang perdana menteri, tapi saya lihat tak berpengaruh banyak dengan kehidupan rakyat dan para wisatawan.


Rombongan kami, sempat lewat di depan kantor perdana menteri saat akan berkunjung ke Grand Palace. Saya tak melihat adanya aktivitas keramaian di sana, malah yang banyak turis asing. Mungkin, itulah hebatnya negara ini, tak terpengaruh banyak dengan kondisi politik. Beda dengan negara kita, yang sedikit saja ada aksi demonstrasi, langsung membuat panik, rupiah turun dan wisatawan pun takut datang.


Tapi dari analisa saya pribadi, saya lihat rakyat Thai sangat patuh kepada rajanya. Jadi mungkin saja perdana menteri bisa berganti, tapi wajah sang Raja tetap berkibar dimana-mana dan jadi panutan rakyatnya. Bahkan saat menonton di bioskop, sebelum film dimulai, penonton harus berdiri dulu mendengarkan lagu Long Live the King untuk sang raja. Mungkin ini contoh baik negeri tetangga yang bisa diterapkan di negara kita.***

Jumat, 06 Maret 2009

Kenikmatan Dunia

Menghabiskan waktu di luar ruangan lantai tiga Ramayana restauran

Merokok di tepi jalan habis makan di Suan Lum Nigh Bazzar, Bangkok

Ahli Hisap

Harry terlihat gugup. Ia buru-buru mematikan rokok yang baru dihisapnya di sebuah pot penuh pasir putih yang biasanya diletakkan di depan lift. Saking takutnya, ia menimbun rokoknya dengan pasir dalam tempat sampah itu. “Kan tak nampak lagi bekasnya,’’ katanya.

WAJAR saja teman saya ini agak takut saat saya bilang, tak boleh merokok di lorong hotel ini. Karena jika ketahuan, akan didenda sebanyak 2.000 baht. Jadi ketika mendengarkan itu, ia pun buru memasukkan rokoknya ke dalam timbunan pasir, pot sampah depan lift.

Memang susah kalau kecanduan nikotin. Apalagi jika melakukan perjalanan di luar negeri. Seperti di Thailand, seperti yang saya jalani beberapa hari lalu. Sebagai salah seorang penggemar berat rokokGP, (sekarang tinggal saya satu-satunya penggemar GP di kantor), tak merokok serasa hidup tak nyaman. Memang semua perokok tahu bahwa merokok merugikan kesehatan. Namun kalau sudah kecanduan, gimana lagi. Yang paling susah kalau selesai makan, lagi minum kopi atau saat duduk santai. Jika tak ada rokok rasanya seperti sayur kurang garam.

Saat transit pesawat di LCCT terminal Kualalumpur Malaysia, saya semula agak takut merokok. Satu jam dalam pesawat, ditambah setengah jam menunggu bagasi, membuat mulut rasanya asam dan ingin disentuh asap. Keluar dari ruang kedatangan, saya duduk di ruang tunggu yang kebetulan berada di jalan karena gedungnya dalam perehaban. Saya pun bertanya kepada seorang “keling” yang jadi petugas kebersihan apa boleh merokok di tempat tersebut. “Boleh ncik,’’ katanya sambil meraih rokok GP yang saya sodorkan ke tangannya. Maka mengepullah asap ke udara.

Saat makan siang di lokasi tersebut, saya beruntung memiliki teman yang juga satu rombongan dari Solo. Usai makan di ruang ber AC, kami pun bekumpul di bangku besi ditengah teriknya matahari guna menikmati candu nikotin. ‘’Ahli hisap berkumpul kembali,’’ canda kami.

Sebagai bekal di luar negeri, kami pun membawa banyak stok rokok. Karena rokok di Indonesia tak ada dijual. Kalau pun ada, mungkin rasanya tak sama karena buatan negara tersebut, seperti mild-nya Malaysia beda rasanya dengan mild-nya Indonesia. Saya agak beruntung punya teman dari Padang yang juga sama-sama penggemar GP. Lucunya, saat di bandara LCCT ketika pulang kembali ke Indonesia, saya bermaksud membayar utang karena sebelumnya saya pinjam uangnya untuk beli minuman. Namun ia menolak uang Baht saya. ‘’Bayar saja dengan rokok GP bang. Rokok marlboro yang saya beli ini ntah apa rasanya,’’ pintanya.

Di Thailand, orang tidak boleh sembarang merokok. Pokoknya di dalam ruangan yang ramai dengan orang, ruang ber AC, dalam bus, bahkan bar dan tempat hiburan malam, sama sekali tidak boleh merokok. Kalau ingin merokok, maka terpaksa ke luar dulu dari ruangan dan duduk sendiri di pinggir jalan menikmati asap. ‘’Merokok boleh di pinggir jalan. Kalau ada asbak besar terletak, maka merokoklah disana,’’ ujar guide kami mengingatkan.

Untuk hotel, hampir 70 persen melarang tamunya merokok dalam kamar. Tapi untung Hotel Montiens tempat saya menginap di Bangkok dan Hotel Pattaya Center di Pattaya menyediakan asbak dan korek api dalam kamarnya. Berarti tamu bisa bebas merokok dalam kamar tersebut.

Yang tak enaknya kalau duduk di bar atau tempat santai yang menyediakan minuman serta hiburan malam. Pengunjung sama sekali dilarang merokok. Jadi tak ada enaknya duduk ngopi atau minum bir sambil ngobrol, tapi tak bisa merokok. Jadi tak enak dan malah kangen dengan negara kita Indonesia yang bisa bebas.

Harga rokok yang ditawarkan di supermarket dengan nama 7eleven yang tersebar di seantero Thailand, tergolong mahal. Dan yang disediakan pun rokok-rokok kelas dunia seperti Marlboro, Lucky Strike, Dunhill dan sejenisnya. Tak ada dijual rokok kretek. Mungkin nampaknya rokok kretek hanya dijual di Indonesia.

Jadi setiap kali kami turun bus dan berkunjung ke sebuah lokasi wisata, yang pertama kali dicari setelah WC adalah lokasi rokok. Jika ingin ketemu anggota rombongan laki-laki, maka carilah ke tepi jalan, tempat asbak rokok seperti tong sampah tersedia. Demikian juga saat habis makan, rata-rata kursi akan kosong ditinggalkan para lelaki. Anggota yang lain sudah tahu kemana sang ahli hisap menghilang.

Terakhir saya merasa susah saat menginap di Hotel Golden Horses. Sebuah resort mewah dengan hotel berbintang lima saat transit satu hari di Malaysia. Tak boleh sama sekali merokok di semua lantai 7 tempat kamar kami berada. Tapi saya tak menyerah, malam-malam kami membuka jendela dan merokok di balkon kamar hotel sambil menikmati sinaran lampu menara kembar yang berkelip-kelip dari kejauhan.

Guna melepas dendam, saat sampai di bandara Sultan Syarif Kassim Pekanbaru, saya tak langsung menuju rumah. Saya masuk dulu di coffe shop bandara dan memesan kopi hitam panas. Saya pun memuaskan hasrat merokok dalam ruangan ber-AC sambil ditemani segelas kopi kental. Aduh, nikmat rasanya dan saya habiskan waktu hampir dua jam disana. Karena kalau di rumah saya, ada peraturan tak tertulis dari sang tuan rumah, dilarang sama sekali merokok. Bahkan saya agak takut merokok jika terlihat olehnya. Biasalah, sang istri…..***