Selasa, 01 Maret 2011

lagi-lagi musik

Rata Penuh
Musik memang tidak pernah matinya meracuni jiwa ini. Walaupun telah absen dalam rentangan belasan tahun, namun hasrat untuk bermain musik tetap selalu hadir. Gayung pun bersambut ketika ada permintaan dari rekan sesama profesi kerja agar kembali menekuni dunia yang telah lama terlupakan dan terkubur tersebut. Pertama-tama, sempat bimbang juga karena jari-jari tangan sudah tidak terlatih lagi. Tidak pernah memegang gitas bass, akan terasa kaget saat merasakan kembali senar-senarnya yang kasar dan siap melumatkan kulit jari tangan yang halus lembut karena setiap hari hanya disentuh keyboard komputer.


Namun segalanya harus dicoba. Dan akhirnya latihan setiap sabtu malam pun rutin dilakukan hingga dini hari menjelang. Memang kulit jari sedikit lecet. Itu tidak apa-apa dibanding kenikmatan yang didapat dari kepuasan batin ini. Jiwa pun serasa muda kembali. Walau umur telah merambah kepala tiga, tapi ketika bermain musik akan terasa seperti anak muda yang duduk di semester pertama bangku kuliah. Beruntung mendapatkan teman-teman yang satu hobi walau pekerjaan di bidang jurnalis sering menyita waktu. Dan teman-teman dari latar belakang media yang berbeda ini, sangat berbakat dan ahli dalam memainkan alat. Baru disebut judul lagu, sudah bisa mengulik-ulik dan langsung memainkannya. Hebat. Semua serba instan dan yang penting happy.


Masih tersimpan dalam memori otak ini, saat pertama kali tampil di depan khalayak ramai di tahun 1996. Ketika itu sebuah festival musik digelar di Balai Arena Dang Merdu (sekarang telah hancur porak-poranda oleh proyek menara bank riau). Yang saya takutkan saat akan tampil adalah kegelapan cahaya. Kok bisa? Iya, saya takut tidak mencapatkan cahaya lampu karena lampu memang sengaja dimatikan saat band tampil di hadapan penonton. Saya takut tidak bisa melihat gitar bass yang saya mainkan. Hingga bisa jadi saya tidak bisa menekan senar di kunci-kunci yang tepat. Hanya itu yang saya takutkan, bukan grogi terhadap penonton sebagaimana banyak dialami para pemula.


Namun ternyata, yang saya takutkan itu sama sekali tidak terjadi dan jauh seperti yang terbayangkan. Saat band kami, Bobo, dipanggil naik ke atas pentas, ruangan masih dipenuhi cahaya lampu. Saat sudah memegang alat masing-masing, lampu kemudian padam. Para penonton pun hilang dari pandangan dan berubah gelap. Namun kami di panggung terang benderang disorot lampu yang bahkan menyilaukan mata. Saya pun bersyukur dalam hati, bayangan buruk itu ternyata hanya ketakutan belaka.


Akibat asyik bermain band, berbagai ajakan teman untuk berkaraoke saya tolak. Sebelumnya, karaoke adalah ajang untuk berlatih vokal dan menyalurkan hasrat akan musik. Walaupun banyak rekan-rekan yang merasa bak penyanyi profesional dengan suara fals di ruang karaoke, agak menganggu pendengaran, tapi tak pernah saya kritik. Beda kalau bermain band, siapa yang sumbang harus ditegur dan harmoni harus disamakan. Karena band adalah satu kesatuan irama yang dipadukan antara instrumen gitar, drum, bass dan vokal. Satu saja yang salah, maka suara yang keluar akan sumbang. Disinilah diperlukan insting dan perasaan mulai bermain. Dan saya suka itu....

hallo

wah, sudah lama tak nge-blog nih...
udah lupa cara postingnya...
2 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menghilang
selamat datang didunia maya